SBY Berobat ke Luar Negeri, Bagaimana Pengobatan Kanker di Indonesia?
- Youtube Sekretariat Presiden
VIVA – Banyak public figure yang didiagnosis menderita kanker lebih memilih menjalani pengobatan di luar negeri. Pun, dengan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, yang kini tengah bertolak ke Negeri Paman Sam untuk menjalani pengobatan kanker prostat.
Pertanyaan kemudian muncul di benak masyarakat, bagaimana sebenarnya kualitas pengobatan kanker di Indonesia, hingga beberapa public figure lebih memilih menjalani pengobatan di negeri orang?
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Pusat, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP, angkat bicara. Menurut dia, masyarakat harus bisa membedakan antara pengobatan dengan jalur yang diatur dengan tidak diatur.
"Adalah hak setiap orang untuk mau berobat di mana pun. Saya sendiri kalau ada sejawat yang sakit dan harus berobat pada kami, itu kami berdebar-debar karena mereka sejawat kami. Nah, ini mantan Presiden. Tentunya beliau juga sudah membicarakan hal ini dengan tim dokter, sudah konsultasi pasti," ujarnya saat virtual media briefing 'Orkestrasi Penanganan Kanker di Indonesia, yang digelar Kalbe, Kamis, 4 November 2021.
Di luar alasan itu, Prof. Aru, tidak memungkiri bahwa tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah terhadap kualitas pengobatan di Indonesia.
"Jadi ada survei yang diadakan oleh sebuah badan, kenapa ke luar negeri (berobat)? Karena menganggap bahwa di sana lebih lancar, lebih cepat diagnosisnya. Itu hal-hal yang menjadi pekerjaan rumah kita," kata dia.
Mengenai SBY yang memutuskan berobat keluar negeri, Aru berpendapat, kita tidak perlu membahas hal tersebut karena itu hak mutlak dari seorang mantan Presiden dan pastinya sudah didiskusikan secara matang.
"Yang kita bahas adalah sekian triliun yang keluar pada pasien-pasien kita yang biasa berobat ke luar negeri itu mengapa? Nah, inilah yang harus dibahas," jelas dia.
"Sekali lagi, isu kita trust tadi harus dibangun. Pasien harus melihat bahwa dokter bekerja sebagai tim, karena saya mendengar dari pasien-pasien saya bahwa di banyak tempat (dokter) tidak bekerja sebagai tim," ungkap dia.
Menurut Aru, hal itulah yang seharusnya diimplementasi. Bukan soal perawatan atau pun fasilitas.
"Memang kita punya masalah distribusi. Maka salah satu jalan keluarnya adalah, digitalisasi, networking, dokter," terang dia.
"Kita tidak perlu berpolemik lah mengapa seorang public figure harus ke luar negeri. Karena itu hanya satu dari sekian ratus ribu yang sebetulnya bisa (berobat) di sini. Tapi tentunya kalau seorang mantan RI 1, itu adalah benar-benar hak beliau dan sudah dibahas dengan timnya. Jadi, saya kira tidak perlu dipermasalahkan," tutup Prof. Aru.