Miris, 70% Pasien Kanker Payudara Terdiagnosis saat Stadium Lanjut
- https://news.ubc.ca/
VIVA – Indonesia masih menghadapi krisis dokter spesialis. Head of Partnership Docquity Indonesia, dr. Karina Andini mengungkapkan, spesialis bedah onkologi yang menangani kasus untuk kanker payudara saat ini, jumlahnya hanya ada 217 orang di Indonesia.
Sementara untuk dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi medik, jumlahnya hanya 139 orang, demikian menurut data ter-update tahun 2021.
"Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang 272 juta orang, maka satu orang dokter akan menangani 1,2 juta pasien. Bayangkan, betapa tidak idealnya perbandingan antara jumlah dokter dengan jumlah manusia di Indonesia," ujar dr. Karina saat webinar peluncuran Breast Cancer Experts Network (BCEN), yang digelar Roche dan Docquity, Selasa 2 November 2021.
Karina menambahkan, tantangan tersebut ditambah lagi dengan penyebaran dokter yang kurang merata. Rata-rata, dokter spesialis akan lebih banyak terpusat di kota-kota besar, terutama di Pulau Jawa dan Bali.
"Sementara di pulau-pulau lainnya di Indonesia, jumlahnya hanya ada dalam hitungan 2 tangan saja atau bahkan kurang," ungkap dia.
Menurut Karina, kondisi inilah yang menyebabkan sebagian besar pasien kanker payudara di Indonesia, datang ke fasilitas kesehatan ketika sudah terdiagnosis pada stadium lanjut.
"Saya mendapatkan data ini dari Instalasi Deteksi Dini RS. Kanker Dharmais. Di mana 70 persen kanker payudara yang datang di Indonesia itu terdiagnosis di stadium 3B. Dan jumlah pasien kanker payudara di Indonesia per tahun 2020 lalu yang sudah terdiagnosis adalah 65 ribu," jelasnya.
Karina beranggapan, kondisi ini menggambarkan fenomena puncak gunung es, di mana kemungkinan besar masih banyak pasien kanker payudara yang tidak terdeteksi pada tahap-tahap awal.
"Pada saat pasien datang dalam stadium yang sudah lanjut, hal ini akan berdampak pada penanganan yang kurang maksimal atau kurang optimal, sehingga menimbulkan tingginya angka kematian dan rendahnya angka kesintasan," tutur dr. Karina Andini.