Gak Melulu Buruk, MSG Juga Punya Manfaat Ini
- Freepik
VIVA – Ada banyak kontroversi seputar penggunaan Monosodium Glutamat (MSG), terutama dalam hal kesehatan. MSG diklaim dapat menyebabkan asma, sakit kepala bahkan kerusakan otak.
Namun di sisi lain, sebagian besar sumber resmi seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), mengklaim bahwa MSG aman. Lalu, mengapa banyak orang mengira Monosodium Glutamat berbahaya?
Dilansir Healthline, asam glutamat yang terkandung dalam MSG berfungsi sebagai neurotransmitter di otak, yang dapat merangsang sel-sel saraf untuk menyampaikan sinyalnya. Beberapa orang mengklaim, MSG menyebabkan glutamat berlebih di otak dan stimulasi sel saraf yang berlebihan. Untuk alasan tersebut, MSG diberi label eksitotoksin.
Ketakutan akan MSG sudah ada sejak 1969, ketika sebuah penelitian menemukan bahwa memberikan MSG dosis tinggi pada tikus yang baru lahir menyebabkan efek neurologis yang berbahaya.
Namun, konsumsi glutamat dalam dosis rendah atau jumlah yang tepat, tidak akan berpengaruh pada otak. Secara keseluruhan, belum ada bukti kuat bahwa MSG dapat bertindak sebagai eksitotoksin, bila dikonsumsi dalam jumlah normal. Batas yang disarankan adalah, kita tidak boleh mengonsumsi MSG lebih dari 1,7 gram per hari.
Di sisi lain, MSG ternyata dapat membantu menyuburkan tanaman. Salah satu contohnya seperti yang dilakukan oleh Ajinomoto. Dalam memproduksi MSG, perusahaan tersebut melakukan proses Bio Cycle.
Factory Manager sekaligus Direktur PT Ajinomoto Indonesia, Yudho Koesbandryo, menjelaskan, bahan baku utama produksi MSG menggunakan tetes tebu yang melalui proses fermentasi, dari proses produksi tersebut dihasilkan produk samping pupuk Ajinomoto Foliar Fertilizer (AJIFOL).
"AJIFOL memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang lengkap untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman mulai dari awal tanam hingga panen, serta dengan kandungan asam amino berkualitas tinggi di dalamnya. AJIFOL juga mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit, sehingga dapat mengurangi pemakaian pestisida dan lebih ramah terhadap lingkungan," kata dia dalam keterangannya, Kamis 14 Oktober 2021.
Yudho menambahkan, Departemen Agriculture Development (Agri Dev) mereka yang beroperasi di Pabrik Mojokerto, Jawa Timur, baru-baru ini juga melakukan inovasi penyemprotan AJIFOL dengan menggunakan teknologi drone.
"Sejak kehadirannya, aplikasi AJIFOL masih dilakukan secara manual sehingga menjadi tidak efisien. Berkaitan dengan hal tersebut, kami mengajak para petani untuk menerapkan metode baru dalam mendukung budidaya pertanian yang berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi drone," kata dia.
Mereka meyakini penggunaan teknologi drone akan memberikan dampak lingkungan yang positif, serta dapat menghemat biaya sekaligus menyokong budidaya pertanian berkelanjutan di Indonesia.
"Pengaplikasian teknologi drone sangat efisien dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit per hektare dengan jumlah air berkisar 16 liter per hektare. Sedangkan jika pengaplikasiannya secara manual, membutuhkan waktu sekitar setengah hingga 1 hari dengan jumlah air sekitar 200 liter per hektare," tutur Yudho Koesbandryo.