Nyeri Dada Pasca COVID-19, Gejala Penyakit Jantung?
- U-Report
VIVA – Banyak keluhan yang disampaikan pasien terkait gejala COVID-19 jangka panjang alias long covid. Salah satunya yang kerap diungkapkan adalah mudah merasa lelah dan nyeri dada yang dianggap sebagai penyakit jantung. Benarkah?
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr Isman Firdaus, Sp.JP (K) tak menampik bahwa cukup banyak masyarakat yang mengalami long COVID-19 dengan gejala kelelahan berlebih. Namun, hal itu dapat diketahui dengan memantau jangka waktunya pasca sembuh dari virus corona tersebut.
Biasanya, gejala long COVID-19 tersebut timbul dalam waktu hanya beberapa bulan. Namun, keluhan tersebut tentunya tetap harus diungkap pasien agar bisa dipantau secara menyeluruh oleh dokter untuk nantinya menegakkan diagnosis.
"Kami tunggu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, biasanya 1-2 bulan sudah membaik. Jadi kadang si pasien mengeluhkan mudah capek, naik tangga mudah capek, dikira sakit jantung, padahal itu long covid," paparnya di acara Kementerian Kesehatan bertajuk 'Jaga Jantungmu untuk Hidup Lebih Sehat, Senin 27 September 2021.
Berbeda ketika keluhan pasien disertai gejala lain yang cukup berat seperti nyeri dada atau dada berdebar kencang. Dokter Isman menganjurkan untuk segera ke dokter agar bisa dipantau hasilnya melalui rekam jantung (EKG).
"Jika ada gejala nyeri dada atau berdebar yang berat, silahkan temui dokter jantung. Datang ke dokter jantung, nanti di tes EKG. Kalau hasil EKG normal berarti aman, terlebih pemeriksaan fisik jantungnya juga bagus," imbuhnya.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) melaporkan terdapat peningkatan serangan jantung yang tak tertangani di ruang isolasi COVID-19 rumah sakit sekitar 16,3 persen yang diakibatkan penyakit bawaan. Untuk itu, ketua PERKI itu menganjurkan agar masyarakat bisa memanfaatkan teknologi seperti telemedicine untuk konsultasi cepat.
"Di masa sebelum pandemi COVID-19 dilaporkan bahwa laju rata-rata mortalitas di rumah sakit akibat serangan jantung adalah 8 persen, namun di masa pandemi, angka tersebut dilaporkan meningkat hingga 22-23 persen," imbuhnya.