Olahraga Tak Konsisten, Dokter Sebut Tubuh Rentan Kena Penyakit

Ilustrasi berolahraga/olahraga/berkeringat.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Berolahraga yang rutin dapat menjaga sistem imunitas tubuh sehingga terhindar dari risiko paparan penyakit. Kendati demikian, olahraga yang dilakukan dengan cara tak tepat malah memicu tubuh rentan terinfeksi beragam penyakit, termasuk COVID-19.

Gelar Rakernas, PBPI Fokus Pembinaan Usia Muda Hingga Adakan Kejuaraan Padel Internasional

Dijelaskan Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan RI, dr. Riskiyana Sukandhi Putra, M.Kes, Riskesdas 2018 mengatakan 33,5% masyarakat masih kurang beraktivitas fisik dan pandemi berpotensi meningkatkan angka tersebut. Berkurangnya aktivitas fisik di masa pandemi ini tidak hanya dapat menyebabkan risiko fisik.

"(Risikonya) seperti penyakit tidak menular seperti hipertensi, stroke, diabetes, tetapi juga dapat berujung ke risiko kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, gangguan tidur, stres, depresi, bahkan trauma," ujarnya dalam acara virtual bersama Anlene, beberapa waktu lalu.

Tren Micro-Workouts, Olahraga di Sela-Sela Waktu

Lebih dalam, risiko ini menunjukkan bahwa sekali pun dalam situasi pandemi, perilaku hidup sehat aktif harus tetap dilakukan karena merupakan investasi kesehatan dan kesejahteraan secara menyeluruh di setiap tahapan kehidupan.

Akan tetapi, tak sedikit masyarakat yang mengaku sulit berolahraga secara rutin dan kerap bosan. Kenapa ya?

Kolaborasi Juara Dunia dan Eks Atlet Olimpiade, Ortuseight Luncurkan Sepatu Lari Andalan Terbaru

"Biasanya yang suka bosan malah yang nggak disiplin. Terlalu berat juga jenis olahraganya, malah jadi pegal. Lusanya jadi enggak olahraga lagi. Mulailah hormon (bahagia) turun jadi pas olahraga lagi, malah malas," tutur dokter spesialis olahraga, dr  Leny Pintowari, SpKO, di kesempatan yang sama.

Menurutnya, usai berolahraga maka tubuh dapat memproduksi hormon alami yang memberi rasa senang dan nyaman. Namun, hal itu hanya berlaku saat latihan dijalani secara rutin sehingga intensitas olahraga pun terpacu untuk dilakukan lebih meningkat dengan sendirinya.

"Imunitasnya pun akan naik dengan sendirinya. Kalau kita hanya mager dan sedentary lifestyle, lebih mungkin terinfeksi. Begitu intesitas olahraga naik, maka risiko infeksi lebih rendah. Kuncinya rutin dan konsisten agar hormon keluar," jelasnya.

Untuk menciptakan hormon endorfin itu, kata dokter Lenny, olahraga minimal rutin dilakukan selama 10 hari.

Nah, untuk pemula maka bisa dimulai dengan berjalan 10.000 langkah di rumah dalam satu hari dengan cara sebanyak mungkin mengkonversi kegiatan bekerja atau waktu senggang yang awalnya dilakukan duduk, kini dengan berjalan kaki bolak-balik setiap jam.

"Berlari 1,5 km di rumah dapat disiasati dengan naik-turun tangga  atau berkeliling rumah sebanyak beberapa putaran selama satu hari. Sedangkan untuk lompat 30 menit, Anda dapat tentukan jenis lompatan yang dipilih dari aplikasi kesehatan, lakukan 2-4 set dengan repetisi 10-20 kali,” ujar Lenny.

Ketiga kategori gerakan ini tetap dapat dilakukan baik bagi mereka yang pemula atau pun yang sudah lebih terlatih, dengan tetap memperhatikan kemampuan diri masing-masing,” tambah dokter Lenny.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya