Imunitas Alamiah atau Vaksin, Mana Lebih Tahan Lama Lawan COVID-19?

Vaksin COVID-19 (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Vaksin COVID-19 dijadikan jalan keluar untuk mencegah pandemi menjadi semakin parah seperti yang sudah terjadi. Namun, di saat cakupan vaksin belum mencapai seluruh penduduk, kini muncul kekhawatiran baru mengenai imunitas vaksin.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Beragam varian, penurunan antibodi, dan virus yang tak berhenti menyebar meningkatkan kerentanan kita terhadap keganasan virus yang tengah bersirkulasi.

Di saat yang sama, ada juga pertimbangan baru mengenai imunitas yang didapat dari infeksi alamiah. Dengan tingkat infeksi yang meningkat, paparan yang tinggi, menurut beberapa pihak, tidak hanya membuat virusnya melambat, tapi juga memberikan imunitas yang cukup, perlindungan yang lebih dibanding sebelumnya.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Tapi, mana di antara kedua imunitas itu yang memberikan perlindungann terbaik melawat virus? Apakah setimpal dengan melewatkan vaksinasi jika Anda memiliki imunitas alamiah yang tinggi?

Apa yang membedakan imunitas alamiah dan yang didapat dari vaksin?

Kedekatan Trump dan Putin Bocor, Sering Teleponan hingga Kirim Alat Tes COVID-19

Imunitas alamiah adalah imunitas yang datang saat terpapar patogen atau dalam hal ini, sebuah virus. Dalam tahap penyembuhan, sistem imun secara aktif melawan untuk membasmi virus dan dalam melakukannya, mengingat jejak patogen yang menular, yang membantu membangun antibodi yang dibutuhkan untuk mencegah tubuh dari infeksi di masa datang.

Imunitas ini juga disebut sebagai imunitas bawaan, imunitas ini tidak membutuhkan sensitisasi apapun terhadap antigen, dan dianggap cara alamiah dimana tubuh membangun respons perlindungan.

Sementara itu, imunitas yang didorong oleh vaksin juga disebut sebagai imunitas artifisial, adalah cara dimana sistem imun tubuh dilatih untuk memunculkan respons imun bermanfaat dan membangun imunitas yang bertahan selama beberapa waktu yang bisa ditentukan.

Hal itu dilakukan melalui memasukkan atau pengenalan paksaan terhadap suatu bentuk antigen (mirip dengan target protein spike asli, atau sedikit bagian spike protein yang tidak bahaya) diisolasi secara klinis dan dikoreksi di lab. Saat antigen tersebut dikenalkan (melalui dosis vaksin), antigen itu membuat tubuh mengenali pola infeksi, membangun antibodi yang berkelanjutan yang kemudian beraksi jika tubuh menemui patogen yang sebenarnya lagi.

Sebagian besar vaksin COVID-19 tersedia saat ini dibuat dalam cara yang mirip dan bekerja untuk menirukan respons imun.

Berapa imunitas bertahan dan kapan mulai menurun?

Meski imunitas adalah konsep yang luas, dan ada banyak cara dimana tubuh kita melindungi tubuh kita secara aktif, tapi imunitas yang berkaitan dengan COVID-19 terlihat menurun seiring waktu, dan membuat seseorang berisiko terpapar lagi.

Dilansir laman Times of India, menurut sejumlah penelitian sebelumnya, imunitas yang didapat setelah melawan COVID-19 (imunitas alamiah) berada pada puncaknya selama 3-5 bulan pasca infeksi, dan kemudian mulai menurun. Jumlah antibodi yang menurun, dan tingkat imunitas yang rendah memiliki risiko.

Dengan vaksin, meski perlindungan imunitas dianggap lebih maksimal kini ditemukan kian menurun seiring waktu, kurang efektif. Menurut beberapa riset yang ada terkait hal ini, imunitas yang didapat dari vaksin, pada titik terbaiknya, melindungan seseorang selama 6-9 bulan, sebelum mulai menurun.

Perlindungan dari vaksin juga telah terlihat menjadi kurang efektif dengan adanya sirkulasi mutasi virus. Tidak hanya virus menjadi lebih pintar saat bermutasi, virus juga mendapat kemampuan untuk melewati antibodi dari vaksin dan menyebar ke organ-organ lebih cepat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya