Saipul Jamil Bebas, Ketua KPAI: Pemberitaannya Ganggu Batin Korban

Saipul Jamil
Sumber :
  • VIVA.co.id/Danar Dono

VIVA – Kabar kebebasan pedangdung Saipul Jamil masih dibahas oleh berbagai media, bahkan tak sedikit yang mengundang secara eksklusif. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, menilai hal itu akan mengganggu proses perkembangan korban pelecehan seksual dan anak-anak lainnya.

10 Kejadian Tentang Artis Indonesia yang Paling Menggemparkan Sepanjang 2024

Menurutnya, KPAI tengah mencermati perkembangan pemberitaan pembebasan kasus mantan narapidana kasus asusila itu di sejumlah media massa. Pihaknya, kata Susanto, telah menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait kebebasan pedangdut tersebut. Sebab, kejahatan yang dilakukan Bang Ipul, sapaannya, bukan hal sepele.

"Apalagi pemberitaan yang melibatkan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak cenderungan berlebihan dan mengganggu semangat pemberitaan yang edukatif yang sejalan dengan tumbuh kembang anak," ujar Susanto, dalam keterangannya, Selasa 7 September 2021.

Sahabat Anak Melawan Kekerasan Seksual

Lebih dalam, Susanto menyebut berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang berbunyi; Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. 

"Jika melihat ketentuan dimaksud, maka isi siaran harus terpilih, sehat untuk perkembangan anak serta beorientasi kepentingan terbaik bagi anak. Maraknya tayangan yang menampilkan figur pelaku kejahatan seksual terhadap anak bukan informasi yang tepat dan bersekesuaian dengan stimulasi perkembangan anak," tuturnya.

Klarifikasi Pria yang Sering Cuit Cabul Tentang Anak SD, Akibat Terlalu Banyak Nonton Anime

Tak hanya itu, Susanto juga menegaskan perlindungan anak telah menjadi komitmen besar negara. Apalagi uu 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak secara tegas bahwa perlindungan anak merupakan kewajiban semua pihak, baik negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat termasuk media, orangtua dan keluarga.

Susanto menambahkan, pemberitaan yang berlebihan justru rentan menimbulkan beragam dampak. Pertama, rentan berdampak imitaif bagi anak, karena meski ia mejadi pelaku kejahatan seksual, tetap terkesan terhormat. Kedua, rentan menimbulkan kesan bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak merupakan hal biasa. 

"Padahal kejahatan seksual terhadap merupakan kejahatan yang menjadi konsen serius negara. Ketiga, pemberitaan yang berlebihan dapat menggangu suasana batin masyarakat dan korban," kata dia.

Terkait hal ini, pihaknya pun telah meyampaikan surat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPAI meminta agar KPI memberikan himbauan dan edukasi secara berkelanjutan kepada lembaga penyiaran untuk menjaga marwah Lembaga penyiaran dalam menjalankan fungsi edukasi dan hiburan yang sehat.

Kedua, Melakukan penyesuaian Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dengan prinsip-prinsip perlindungan anak termasuk berorientasi perlindungan terhadap korban, saksi dan pelaku anak.

"Karena pemberitaan pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang berlebihan rentan mengganggu psikologis korban, tidak sesuai dengan etika dan kepatutan penyiaran di ruang publik, serta dampak lainnya," ujar Susanto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya