Varian Mu Resisten Terhadap Vaksin COVID-19, Apa Kata Epidemiolog?

Virus corona atau covid-19
Sumber :
  • Times of India

VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencatatkan "Mu", varian COVID-19 terbaru, sebagai variant of interest (VO) atau 'varian yang diperhatikan'. Tak sedikit pakar yang khawatir akan kemampuan mutasi baru itu untuk menyebar dan berdampak pada gejala berat COVID-19. Bagaimana faktanya?

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Profesor epidemiologi di UTHealth School of Public Health, Dr. George Delclos, mengatakan bahwa klasifikasi dari WHO sebagai varian yang perlu diperhatikan lantaran belum ada penelitian lebih dalam terhadap mutasi itu. Dijelaskan lebih lanjut, WHO tetap merasa perlu mengawasi varian baru itu karena butuh mengenali sifat penularan dan dampaknya bagi tubuh serta vaksin.

Namun hingga kini, varian Mu sendiri masih belum menyebar luas seperti varian Delta yang mendominasi pasien COVID-19. Hal ini juga membuat minimnya penelitian dari varian Mu.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

"Di AS, itu (varian Mu) belum menjadi pemain utama. Lebih dari 95 persen dari apa yang beredar di AS adalah varian Delta, yang mana berasal dari India," kata Delclos.

Tak berbahaya seperti Delta 

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Tak hanya di Amerika Serikat, varian delta sendiri sudah begitu menyebar di Tanah Air dan terbukti memicu 'tsunami' COVID-19 di India. Untuk itu, dokter Delcos menjelaskan bahwa varian Mu tak perlu terlalu dikhawatirkan dibanding varian delta. 

"Bagi saya, saat ini tidak begitu mengkhawatirkan seperti delta, karena delta merajalela dan kita tahu bahwa delta lebih menular daripada varian sebelumnya. Banyak mutasi akhirnya tidak berarti apa-apa, tetapi beberapa di antaranya bisa mengkhawatirkan, jadi pada titik ini dan waktu saya setuju dengan CDC. Kita tetap perlu mengawasinya," kata Delclos.

Efektivitas vaksin

Sayangnya, masyarakat kian mempertanyakan efektivitas vaksin yang dianggap dapat resisten terhadap varian Mu. Lagi-lagi, Dokter Delclos menjelaskan bahwa sejauh ini, sebagian besar informasi tersebut berasal dari pengujian laboratorium skala kecil, bukan pengujian klinis pada masyarakat secara luas.

"Saya bukan tak percaya studi lab sama sekali. Maksud saya, ada beberapa temuan dalam studi lab yang memberi tahu kita bahwa kita perlu mengawasinya dan bahwa ia memiliki karakteristik tertentu dalam mutasinya yang dapat menunjukkan bahwa ia lebih resisten pada vaksin atau menghindari vaksin. Itu sebabnya saya tidak meremehkan studi itu sama sekali," tuturnya.

Delclos menambahkan, "Saya hanya mengatakan kita perlu terus memantaunya dan jika itu (resisten vaksin) terjadi, maka kita harus menghadapinya. Tapi kita tidak boleh melakukannya dengan mengalihkan fokus pada varian delta (yang sudah mendominasi).”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya