Soal Kekerasan Seksual di KPI, Ini Kata Seksolog Zoya Amirin

Ilustrasi pelecehan seksual pada pria/kekerasan.
Sumber :
  • Pexels/RODNAE Productions

VIVA – Seksolog Zoya Amirin turut menyuarakan keprihatinannya atas kasus perundungan sekaligus kekerasan seksual yang terjadi di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurut korban, kejadian ini sudah pernah dilaporkan ke pihak berwajib namun tidak ditanggapi dengan serius. 

KPI Akui Tak Punya Kewenangan Tindak Konten Judi Online di Media Sosial

Zoya menilai, sistem di Indonesia masih tergolong buruk karena tidak melindungi korban pelecehan atau kekerasan seksual. 

"Makanya saya sangat-sangat berharap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) udah namanya gak usah diganti. Penghapusan lah jadi ini jadi itu, udah aja sesuai dengan namanya," ujarnya saat dihubungi VIVA, baru-baru ini.

Siaran Berkualitas Jembatan Menuju Indonesia Emas

"Jangan rancangan lagi, tapi jadi Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, bukan penghapusan itu mau diganti dengan tindak pidana. Buat saya sahkan Undang-Undang itu, sehingga kita semua warga negara terlindungi," lanjut dia. 

Zoya menambahkan, jika korban tidak dilindungi, maka kita tidak memiliki dasar hukum. Dengan begitu, orang-orang profesional seperti pengacara atau psikolog yang mendampingi korban, juga merasa sulit melindungi dasar hukumnya. 

Pesinetron Dean Desvi Bongkar Panti Asuhan yang Diduga Cabuli Anak Asuhnya

"Jadi kadang-kadang kami itu patah arang di tengah jalan. Bagaimana korban sendiri mau melapor ke sana-sini, kami aja misalnya saya seksolog saya didampingi juga oleh rekan saya yang pengacara, kadang-kadang kami mati gaya di jalan. Orang yang sudah disakiti sedemikian rupa tidak dilindungi oleh hukum di negara ini," tegas dia. 

Zoya kembali mengatakan, letak kesalahan ada di sistem negara kita. Sebab menurut dia, sistem bisa salah karena kita tidak punya hukum yang jelas. 

"Jadi sudah benar-benar waktunya memang harus disahkan Undang Undang ini (RUU PKS), gak usah dicoret-coret lagi bahwa setiap korban itu perlu perlindungan hukum. Kalau gak ada perlindungan, itu yang membuat si polisinya 'udah mana sini nomor teleponnya si pelaku saya teleponin aja.' Itu kan sama aja mem-bully si pem-bully. Ya, gak bisa lah kita kan bukan negara preman ya, kita negara hukum," kata dia. 

Menurut Zoya, sudah saatnya Indonesia memberlakukan hukuman yang benar-benar memberikan efek jera. Tidak hanya hukuman berupa pembatasan fisik, tapi juga psikologis atau rehabilitasi jiwa. 

"Dan bukan cuma memberi hukuman, sudah saatnya negara ini juga memberi rehabilitasi jiwa. Sehingga orang yang keluar dari penjara bukan hanya terhukum secara fisiknya saja, tapi juga mendapatkan pencerahan bagaimana mengekspresikan dirinya dan seksualitasnya dengan sehat, bagaimana menjadi seorang laki-laki yang maskulin, laki-laki yang sejati tanpa mengecam, menghina, menyakiti, melecehkan laki-laki lain atau orang lain," kata Zoya Amirin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya