Jadi Kelompok Rentan COVID-19, Ini Daftar Risiko yang Dihadapi Anak
- Freepik/jcomp
VIVA – Data Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 menunjukkan, anak-anak menjadi salah satu kelompok rentan yang terdampak pandemi COVID-19. Terlebih, kelompok anak usia 1 - 12 tahun belum disetujui untuk melakukan vaksinasi.
Pemerhati kesehatan anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, Dr. dr. Ida Safitri L, Ichlasul Amalia mengungkapkan, berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 per 1 September 2021, terdapat 531.674 (13 persen) Kasus COVID-19 terkonfirmasi pada anak usia kurang dari 18 tahun dan sebanyak 1.330 (1 persen) kematian pada anak usia kurang dari 18 tahun.
Ida menegaskan, data tersebut menunjukkan, anak-anak tetap memiliki potensi yang sama dengan orang dewasa untuk terinfeksi COVID-19, walaupun gejala yang dihadapi anak cenderung ringan dan tidak mengarah kepada gejala berat.
"Namun ada beberapa faktor risiko keparahan COVID-19 pada anak, yakni anak yang memiliki riwayat kelahiran prematur, penderita obesitas, memiliki komorbid atau penyakit bawaan dan penyakit saluran cerna," ujarnya saat webinar 'Perlindungan Terhadap Anak yang Terdampak COVID-19' yang digelar Yayasan Lentera Anak, Kamis 2 September 2021.
Dokter Ida menambahkan, penyakit saluran cerna, diabetes, asma, penyakit kardiovaskular, adanya temuan gejala dan hasil laboratorium CRP meningkat, dan anak-anak yang memiliki kadar vitamin D rendah, juga membuat anak berisiko menderita keparahan COVID-19.
Sementara itu, Program Manager Lentera Anak, Nahla Jovial Nisa menyatakan, ada tujuh permasalahan utama yang dihadapi anak selama Pandemi COVID-19.
"Yakni, kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar, kesulitan mengakses layanan pendidikan berkualitas, tinggal di kawasan rawan bencana, rentan mendapat kekerasan dan dieksploitasi. Selain itu, terbatasnya dukungan bagi anak dengan disabilitas, orangtua mereka kehilangan mata pencaharian, dan menjadi yatim piatu karena orangtua meninggal akibat terpapar COVID-19," kata dia.
Persoalan banyaknya anak yang menjadi yatim piatu karena orangtuanya meninggal dunia akibat terpapar COVID-19, turut menjadi perhatian Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak.
Arist menegaskan, anak yang menjadi yatim piatu berpotensi mengalami banyak sekali permasalahan, mulai dari ancaman eksploitasi ekonomi, khususnya perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual, hingga perkawinan anak usia dini.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, hampir 8.400-an anak usia 0 hingga 17 tahun menjadi yatim piatu karena COVID-19 telah merenggut nyawa orangtua mereka, di mana jumlah tersebut tersebar di 20 provinsi.
“Berdasarkan konvensi PBB anak berhak mendapat kesehatan, sehingga Negara harus menyediakan pengasuhan anak dengan cara mencarikan keluarga-keluarga alternatif sebagai bagian dari reunifikasi, yang tentunya dilakukan berdasarkan asesmen layak anak," tegas dia.
"Anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat orang tuanya meninggal karena COVID-19 harus dikembalikan ke dalam situasi yang lebih baik lagi dalam wilayah keluarga, dan bukan diberikan ke panti-panti," sambungnya.
Sementara itu, terkait penanganan untuk anak-anak terpapar COVID-19, khususnya terkait kesehatan mental, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinkes Pemprov DKI Jakarta telah memberikan layanan kesehatan jiwa kepada masyarakat yang terdampak COVID-19.
“Dinkes DKI memberikan layanan kesehatan jiwa dalam bentuk konseling lewat telepon, chat via WhatsApp, dan layanan konseling online. Dinkes juga memberikan layanan konsultasi online untuk masyarakat melalui aplikasi sahabat jiwa," kata dr. Dwi Octavia, M.Epid, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta.
Komitmen yang kuat dari lintas sektor untuk bersatu memberikan solusi penanganan COVID-19 di DKI Jakarta, menurut Dwi, menjadi salah satu faktor keberhasilan penanganan pandemi COVID-19 di wilayah ibukota.
"Kolaborasi ini melibatkan Pemprov, Dinas Kesehatan, seluruh fasilitas Kesehatan, TNI Polri, dan sekolah-sekolah, termasuk kolaborasi dalam percepatan vaksinasi di DKI Jakarta," terang dia.