Geger Pelecehan Seksual di KPI, Penyebab Pria Juga Bisa Jadi Korban

Ilustrasi pelecehan seksual pada pria/kekerasan.
Sumber :
  • Pexels/RODNAE Productions

VIVA – Kasus perundungan dan pelecehan seksual menyeret nama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Seorang pegawai berinisial MS mengaku mengalami kejadian tak menyenangkan itu di kantor KPI pusat selama dua tahun.

Pembekuan PPDS Penyakit Dalam Unsrat Tuai Sorotan, Kemenkes Dinilai Sewenang-wenang

Merasa kasusnya tak ditanggapi oleh pihak manapun, MS pun menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Dalam surat yang disebarkan melalui aplikasi WhatsApp itu, MS menceritakan detail perundungan serta pelecehan yang dialaminya oleh rekan kerjanya.

"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," tulis MS dalam suratnya dikutip VIVA, Rabu 1 September 2021.

Kronologi Siswa Berkebutuhan Khusus di Depok Jadi Korban Perundungan

Kasus pelecehan seksual pada pria memang tidak sebesar kasus pelecehan pada wanita. Karenanya, banyak korban pria yang enggan melaporkan kasusnya.

Padahal, penderitaan dan efek yang dirasakan pria korban pelecehan seksual sama besarnya dengan wanita. Bahkan, bisa menimbulkan gangguan psikologis.

Siswa Berkebutuhan Khusus di Depok Diduga Jadi Korban Perundungan

Sayangnya, kasus pelecehan seksual pada pria juga tidak mendapat perhatian seperti kasus pada wanita. Apalagi di Indonesia, kasus seperti yang dialami MS mungkin masih terbilang tak biasa.

Mengutip data Equal employment Opportunity Commission dan Fair Employment Practices Amerika Serikat, terjadi peningkatan laporan kasus pelecehan seksual pada pria sebanyak 15 persen dari tahun 1997 hingga 2011.

Dilansir dari laman The Conversation, dalam studi jangka panjang yang serupa, yang dilakukan pada 522 pekerja, sebanyak 58 persen wanita dan 37 persen pria melaporkan kejadian beberapa tingkat pelecehan seksual. Sampel ini menunjukkan bahwa jarak angka kasusnya tidak sebanyak yang beberapa orang anggap.

Selain itu, riset kasus pelecehan seksual pada pria tidaklah sebanyak pada wanita sehingga memunculkan pendapat bahwa angka di atas mungkin masih lebih tinggi lagi.

Banyak pria yang tidak melaporkan kasusnya karena beberapa alasan. Pertama, stigma menjadi korban pelecehan seksual. Banyak pria mungkin merasa terlalu malu untuk melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya, atau mereka menganggapnya tidak 'jantan' karena melaporkan hal itu.

Alasan lainnya kemungkinan adalah perbedaan perseptual. Apa yang dianggap pelecehan seksual mungkin berbeda antara pria dan wanita. Sejumlah temuan mengindikasikan bahwa pria menilai perbuatan seperti itu, yang dianggap pelecehan seksual oleh para wanita, tidak terlalu mengancam atau serius, dan terkadang menganggap itu pujian.

Kenapa pria juga bisa dilecehkan?

Sebuah investigasi terhadap beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada pria mengalami pelecehan seksual di tempat kerja baru-baru ini dieksplorasi. Salah satu temuan utamanya menyebutkan bahwa pria cenderung mengalami pelecehan seksual jika mereka menyimpang dari peran gender pria pada umumnya dan pro-feminis, apapun orientasi seksual mereka.

Tapi, ditemukan juga bahwa menunjukkan sikap pro-feminis bisa menyanggah beberapa efek negatif pelecehan seksual. Pria cenderung mengalami pelecehan seksual jika mereka juga bekerja di organisasi yang lebih toleran terhadap perilaku seperti itu.

Riset menunjukkan bahwa pria memiliki kecenderungan menoleransi pelecehan seksual pada wanita oleh pria. Bukti mengungkap bahwa wanita juga mungkin menunjukkan perilaku seksis yang saa terkait toleransi terhadap pelecehan seksual pada pria.

Studi di tahun 2015 dari Pennsylvania State University, para peneliti menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pria dan wanita dalam hal perilaku seksus yang diketahui mendorong ketidaksetaraan gender.

Hal ini menggarisbawahi serangkaian keyakinan di kalangan kedua gender yang membenarkan toleransi terhadap pelecehan seksual. Para peneliti menyimpulkan bahwa toleransi dan perilaku seksis terhadap pelecehan seksual yang diyakini bersama ini mungkin berfungsi dalam menegakkan atau mempertahankan peran gender, baik pada pria atau wanita

Satu temuan konsisten terhadap bukti pelecehan seksual pada pria bahwa hal itu bisa memiliki dampak merusak pada kesehatan mental. Pria yang mengalami pelecehan seksual kemungkinan besar mengalami kecemasan, depresi dan penyalahgunaan alkohol.

Hal tersebut bisa menyebabkan masalah pendidikan atau pekerjaan, seperti berhenti sekolah atau bekerja, dan moral yang rendah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya