Ini Kesalahan yang Sering Dilakukan saat Mengukur Saturasi Oksigen
- Times of India
VIVA – Melonjaknya kasus COVID-19 di Indonesia yang terjadi pada beberapa waktu belakangan, membuat banyak pasien COVID-19 dengan gejala ringan, tanpa gejala (OTG) hingga gejala sedang, terpaksa melakukan isolasi mandiri di rumah.
Hal ini membuat pemakaian pulse oximetry untuk mengukur tingkat saturasi oksigen, menjadi umum di masyarakat. Namun, tak sedikit yang melakukan kesalahan saat menggunakannya.
Dokter Spesialis anak, Dr. dr. Farabi El Fouz, M.Kes, Sp.A, memperbolehkan masyarakat untuk menggunakan pulse oximetry untuk mengukur saturasi oksigen. Dengan catatan, harus dengan cara yang benar.
"Saturasi silakan pakai, tapi dengan cara-cara tertentu. Ukurannya harus pas, di jari yang tepat, dilihat nadinya pas," ujarnya dalam program Hidup Sehat tvOne, Kamis 29 Juli 2021.
Sayangnya menurut dokter Farabi, pemakaian alat saturasi, terutama pada anak-anak, seringkali tidak tepat, sehingga tidak didapat hasil yang akurat.
"Apabila bergeser, letaknya kegedean saturasi dibanding dengan jarinya, ini tidak memberikan hasil yang tepat. Kita juga harus hati-hati apabila memakai saturasi tapi tidak dengan baik. Nanti akhirnya mendapatkan hasil yang tidak dapat dipercaya," kata dia mengingatkan.
Namun, dibanding menggunakan alat saturasi oksigen yang rentan mengalami kesalahan saat pengukurannya, Farabi merekomendasikan cara yang lebih mudah untuk mengetahui derajat keparahan COVID-19. Yaitu, dilihat dari gejalanya.
"Contohnya demam, kita bisa tahu dengan pemeriksaan suhu. Batuk bisa terlihat secara umum, tachypneu (napas cepat) tinggal hitung tanpa alat. Caranya, anak kita tidurin dengan tenang, hitung selama 1 menit, jangan 30 detik dikali 2 tidak boleh, hitung secara penuh. Lalu, berapa kali dalam 1 menit dia bernapas? Nah masuknya gejala apa, napas cepat atau tidak," tutur dia.
Jika sudah diketahui anak mengalami napas cepat, maka langkah selanjutnya baru boleh dikonfirmasi dengan menggunakan alat saturasi oksigen atau oximetry.
"Kalau itu terjadi, boleh dikonfirmasi dengan saturasi. Karena saturasi ini sangat krusial juga, kalau kurang dari 95 persen bawa ke rumah sakit," ujarnya.
Farabi kembali menegaskan bahwa penggunaan oximetry tidak boleh dijadikan sebagai satu-satunya patokan untuk menentukan derajat keparahan COVID-19, apakah ringan, sedang, atau berat.
"Dalam protokol kita tidak ada patokan hanya dengan oximetry. Tetapi perlu juga tambahan-tambahan lain (gejala yang terlihat) yang sebetulnya lebih mudah," kata dr. Farabi El Fouz.