Cara Kudus Keluar dari Zona Merah COVID-19
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Pada Juni 2021, Kudus ditetapkan sebagai wilayah zona merah. Hal itu terjadi karena total kasus aktif sebanyak 2.342 pasien, dengan kasus harian tertinggi mencapai 479 orang terkonfirmasi positif COVID-19 dan positivity rate menembus angka 60%.
Lonjakan pasien ini membuat tingkat Bed Occupancy Rate (keterisian tempat tidur) seluruh rumah sakit di Kudus mencapai 96%. Hal tersebut ditambah dengan ratusan tenaga kesehatan turut terinfeksi sehingga membuat berbagai fasilitas kesehatan kewalahan menangani pasien.
Hal itu tidak buat masyarakat dan seluruh elemen menyerah. Dalam waktu sekitar satu bulan, Kudus bisa bangkit. Mengutip situs resmi penanggulangan COVID-19 Kabupaten Kudus, hingga Selasa, 27 Juui 2021, kota di utara Jawa Tengah tersebut kini berstatus zona oranye (resiko sedang). Masih ada total pasien positif sebanyak 243 orang yang sedang menjalani perawatan baik di rumah sakit maupun isolasi mandiri.
Dalam rapat evaluasi kebijakan pada Senin, 26 Juli 2021, Menko Maritim & Investasi, Luhut Binsar Panjaitan selaku Koordinator PPKM Mikro Darurat Jawa – Bali, menyampaikan, Kudus dapat dijadikan contoh dalam menekan penyebaran virus corona, khususnya bagi sektor industri. Senada dengan hal tersebut, Bupati Kudus HM Hartopo menuturkan, membaiknya kondisi Kudus tak lepas dari kolaborasi antara pemerintah, masyarakat serta pihak swasta dalam menanggulangi wabah ini.
"Kami berharap, ke depannya masyarakat semakin menaati protokol kesehatan secara ketat sehingga Kudus segera berubah status menjadi zona hijau secepat mungkin,” kata HM Hartopo.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Badai Ismoyo, membaiknya kondisi di Kudus dapat dilihat dari tidak adanya desa di Kudus yang berstatus zona merah. Tercatat, ada 44 desa berstatus zona oranye, 20 desa zona kuning dan 22 Desa zona hijau. Pulihnya kondisi di Kudus juga dapat dilihat dengan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit yang kian hari kian menurun.
“Tingkat keterisian tepat tidur rumah sakit saat ini menurun menjadi kisaran 15%, dari yang semula nyaris 100% penuh di bulan Juni. Sementara untuk keterisian ruang ICU, menurun hingga kisaran 60% dari total 66 ruangan yang tersedia. Kami berharap, semakin hari, pasien yang sembuh kian banyak sehingga tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit dapat jauh berkurang lagi,” kata Badai.
Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit juga dilakukan oleh Djarum Foundation. Mereka menyalurkan bantuan berupa Hospital Bed Paramount Bed 3 Crank sebanyak 300 unit ke beberapa rumah sakit di Kudus dan Jawa Tengah. Kehadiran tempat tidur tambahan ini menjadi solusi guna membendung lonjakan pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Selain itu, Djarum Foundation juga menyalurkan donasi berupa seperangkat alat PCR test yang terdiri dari Refrigerated Centrifudge, Vortex Mixer, dan Digital dry bath. Salah satu rumah sakit yang menerima bantuan alat PCR test tersebut adalah RSUD Loekmono Hadi, Kudus. Dokter Abdul Aziz Achyar selaku Direktur RSUD Loekmono Hadi Kudus mengatakan pemberian bantuan alat PCR Test tersebut sangat membantu proses testing dan tracing bagi warga Kudus.
“Penanggulangan COVID-19 di Kudus tak lepas dari dilaksanakannya Tracing, Testing dan Treatment (3T) yang baik. Oleh karena itu, bantuan tambahan mesin PCR dari Djarum Foundation menjadi kunci utama sehingga proses 3T menjadi lebih cepat sehingga hal tersebut dapat membantu proses mitigasi kondisi di Kudus, terutama ketika terjadi lonjakan kasus seperti pada bulan Juni lalu,” tandas Dokter Abdul Aziz.
Bantuan yang diberikan ke RSUD Loekmono Hadi, Kudus juga berupa alat terapi oksigen High Flow Nasal Cannula (HFNC) yang bertujuan memberikan suplai oksigen bagi para penderita COVID-19 yang mengalami gangguan pernapasan. Keberadaan alat ini membantu mempercepat proses kesembuhan dan berfungsi mencegah agar pasien tidak memasuki fase berat akibat sakit yang dideritanya.