Apa Tanda Pasien Isoman COVID-19 Harus Dibawa ke RS?

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Jumlah kasus pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah diketahui cukup memprihatinkan.

Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

Berdasarkan dari data LaporCovid-19 per 20 Juli 2021, sebanyak 712 pasien COVID-19 meninggal saat menjalani isolasi mandiri di rumah sejak Juni 2021.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Daeng M. Faqih menjelaskan salah satu penyebab kasus pasien yang menjalani isoman di rumah meninggal adalah ketidaktahuan pasien atau pendamping pasien yakni keluarga bahwa kondisi pasien tersebut mengalami perburukan.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

"Mungkin di rumah tidak mengerti bahwa dia sudah lebih buruk dan seharusnya sudah ke rumah sakit, tapi tetap dirawat di rumah. Ini yang dikhawatirkan terjadi perburukan sampai menimbulkan kematian,"  kata dia dalam virtual conference ‘Dukungan Good Doctor untuk Program Vaksinasi Nasional dan Penanganan COVID-19 di Indonesia’, Kamis, 22 Juli 2021.

Lantas, apa tanda atau alarm pasien dan keluarga pasien harus segera mencari pertolongan ke rumah sakit?

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Daeng menjelaskan ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan. Pertama, secara keseluruhan kalau terjadi perburukan atau gejala tambah berat biasanya dikaitkan dengan gejala gangguan pernapasan.

"Itu sebagai tanda terjadinya gejala pneumonia. Gejalanya itu, napas lebih cepat dan pendek. Kalau diukur, kecepatan napasnya bisa di atas 24 kali per menit. Itu sudah menunjukkan ada gangguan gejala napas. Itu dia sudah ada gejala pneumonia. Kalau ada gejala pneumonia itu sudah masuk ke gradasi gejala sedang. Jadi tidak boleh lagi melakukan isoman," lanjut Daeng.

Kedua, meskipun napasnya tidak pendek dan tidak cepat, tapi pasien merasa sesak atau merasa tertekan di dada. Itu merupakan tanda gejala gangguan napas. Gejala lain termasuk kebiruan di bibir dan ujung kuku, yang merupakan gejala kekurangan oksigen.

"Atau bahkan kalau diperiksa saturasi (oksigen) di bawah 94. Itu gejala alarm bagi pasien isoman untuk tidak lagi isoman lagi. Harus ke rumah sakit. Namun, masih banyak masyarakat belum mengetahui gejala alarm tadi," lanjut Daeng.

Maka dari itu, kata Daeng, penting bagi pasien isoman didampingi oleh tenaga medis atau dokter untuk meningkatkan angka kesembuhan perawatannya lebih baik.

"Ini bisa tercegah kalau selalu terhubung ke dokter atau tenaga kesehatan. Ada pendamping yang terus ditanya," ujar dia.

Ilustrasi dokter/rumah sakit.

IDI Tegaskan Dokter Tak Boleh Jadi Influencer Sampai Promosikan Produk Kesehatan

Dokter-dokter tersebut membuat konten kreatif hingga akhirnya mempromosikan produk kesehatan maupun kecantikan lewat akun pribadinya.

img_title
VIVA.co.id
18 November 2024