Tanpa Suplemen, Cara Ini Sudah Penuhi 90 Persen Kebutuhan Vitamin D

Ilustrasi berjemur.
Sumber :
  • Freepik/cookie_studio

VIVA – Banyak orang yang meyakini bahwa berjemur di bawah sinar matahari saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin D. Padahal, itu tidaklah benar.

Deteksi Dini Kanker Payudara dengan 5 Cara Ini, Perempuan Wajib Tahu

Spesialis gizi klinik, dr. Fenny Nugraha, MARS, M.Gizi, SpGK, mengatakan, sumber terbesar vitamin D, 90 persennya sudah didapatkan dari sinar matahari. Jadi, dengan berjemur saja sudah bisa memenuhi kebutuhan vitamin D dalam tubuh.

"Jadi di kulit kita ada yang namanya pro vitamin D3 atau kita kenal dengan 7-dehidrokolesterol (7-DHC). Nah, dia akan menjadi aktif ketika terkena UVB dari matahari kemudian masuk di metabolisme di hati, masuk ke ginjal untuk diaktivasi dalam bentuk vitamin D yang aktif yaitu calcitriol," ujarnya dalam tayangan Hidup Sehat di tvOne, Kamis, 22 Juli 2021.

Rahasia Hidup Sehat dan Bahagia dengan Gaya Hidup Minimalis

Namun sayangnya, menurut dokter Fenny, meski Indonesia negara tropis yang bisa mendapatkan sinar matahari gratis setiap hari, angka kejadian desifiensi atau kekurangan vitamin D masih cukup tinggi. Apa faktor penyebabnya?

"Ini ada beberapa faktor dan fakta menarik. Yang pertama bisa karena faktor geografis, misalnya musim, posisi lintang atau letak lintang suatu daerah. Ini akan berpengaruh terhadap sinar matahari yang didapat," kata dia.

Mau Tetap Sehat di Usia 40-an? Kenali 5 Kebiasaan Buruk yang Harus Dihindari!

Faktor kedua menurut Fenny, polusi udara juga dapat memengaruhi kita untuk mendapatkan UVB dari sinar matahari.

"Dan juga faktor dari diri sendiri, misalnya usia lanjut. Makin lanjut maka untuk menghasilkan dari pro vitamin D3 akan menjadi berkurang," tuturnya.

Kemudian faktor lain yang diungkapkan oleh Fenny adalah, kebiasaan orang Indonesia yang menggunakan sunblock, payung atau baju lengan panjang ketika keluar rumah, karena takut terpapar sinar matahari.

"Ada lagi obesitas. Obesitas juga ternyata bisa meningkatkan risiko dari kekurangan vitamin D. Terakhir yang sekarang jadi isu penting adalah variasi genetik. Genetik sendiri akan berpengaruh di mana kelainan dari enzim yang membantu metabolisme dari vitamin D bentuk aktif,” jelasnya.

“Sehingga walaupun sudah terpapar matahari segimanapun, ternyata tetap kadar vitamin D nya rendah. Nah, inilah yang butuh suplementasi," tambahnya.

Fenny lebih lanjut menerangkan, jam optimal untuk berjemur adalah antara pukul 9 hingga 10 pagi dengan durasi 5-15 menit.

"Enggak usah terlalu lama, nanti jadi sunburn atau kemerahan atau risiko terjadinya kanker kulit. Nah, ini yang berbahaya," ungkap dia.

Menurut Fenny, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) menyarankan untuk berjemur 2-3 kali seminggu. Tapi, bagaimana dengan situasi pandemi seperti sekarang ini, mengingat pemenuhan kebutuhan vitamin D sangatlah penting?

"Kalau ingin dilakukan setiap hari boleh untuk memenuhi kebutuhan vitamin D. Dan ingat, enggak boleh hanya mengenai tangannya aja. Jadi mengenai minimal kedua lengan dan juga kedua tungkai, punggung juga boleh," terang dr. Fenny Nugraha.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya