Klaim Sebagai Obat COVID-19, BPOM Tarik Ivermax 12 dari Peredaran
- Freepik/freepik
VIVA – Perhatian publik kini tengah tertuju pada obat Ivermectin yang sudah mendapatkan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dilakukan uji klinik sebagai terapi COVID-19.
Meski tengah diuji, BPOM mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan membeli obat tersebut. Begitu juga dengan peredarannya dari produsen.
Terkait hal itu, Kepala BPOM Penny K. Lukito menyoroti kegiatan pembuatan Ivermectin produksi PT Harsen dengan nama dagang Ivermax 12.
Penny mengatakan, dari hasil pengawasan, BPOM menemukan bahwa obat tersebut diproduksi dan didistribusikan dengan tidak memperhatikan aspek CPOB dan CDOB. Beberapa aspek yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain:
- Menggunakan bahan baku Ivermectin dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi
- Mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak dalam kemasan siap edar
- Mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak melalui jalur distribusi resmi
- Mencantumkan masa kedaluarsa Ivermax 12 tidak sesuai dengan yang telah disetujui oleh Badan POM yaitu seharusnya 12 bulan setelah tanggal produksi namun dicantumkan 2 tahun setelah tanggal produksi
- Mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian mutu dari produk
- Melakukan promosi yang tidak sesuai ketentuan yaitu tidak obyektif, tidak lengkap, dan menyesatkan sebagai contoh iklan obat Ivermectin yang yang mencantumkan indikasi untuk pengobatan COVID-19 dapat menyesatkan masyarakat karena belum ada uji klinis dan persetujuan dari BPOM untuk indikasi tersebut.
BPOM mengedepankan pembinaan kepada Industri Farmasi dalam memenuhi ketentuan CPOB dan CDOB, dengan melakukan inspeksi dan meminta Industri Farmasi melakukan perbaikan terhadap temuan-temuan ketidaksesuaian dengan standar.
Namun, jika pembinaan yang dilakukan BPOM itu tidak dipatuhi oleh Industri Farmasi, maka akan dilakukan peringatan keras berupa penghentian sementara produksi sampai kepada pencabutan Izin edar.
Mengingat pelanggaran yang dilakukan berpotensi untuk membahayakan masyarakat, maka terhadap PT Harsen maupun industri farmasi yang melanggar ketentuan dalam proses produksi maupun distribusinya dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana.
“Sanksi yang diberikan saat ini kepada PT Harsen berupa penghentian sementara kegiatan produksi dan penarikan produk Ivermax 12 dari peredaran,” tegas Penny.
BPOM akan terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil uji klinik, serta melakukan update informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 melalui komunikasi dengan WHO dan Badan Otoritas Obat negara lain. Selain itu, Kepala BPOM juga mengimbau agar masyarakat bijak, pintar, dan hati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan yang akan digunakan dalam pengobatan COVID-19.
Lebih lanjut, Penny menyampaikan bahwa Badan POM senantiasa memberikan edukasi yang sesuai kepada masyarakat mengenai penggunaan Ivermectin karena terdapat iklan yang tidak sesuai ketentuan, yaitu tidak objektif, lengkap, dan menyesatkan.
Sebagai contoh adalah iklan obat Ivermectin yang mencantumkan indikasi untuk pengobatan COVID-19 dapat menyesatkan masyarakat karena belum ada uji klinis dan persetujuan dari Badan POM untuk indikasi tersebut.
“Promosi obat keras hanya diperbolehkan melalui media Kesehatan. Masyarakat juga harus memahami bahwa obat keras harus diperoleh dengan resep dokter, yang didapatkan melalui konsultasi kepada dokter baik secara langsung maupun melalui telemedicine. Pembelian obat keras harus dilakukan disarana pelayanan kefarmasian yang memenuhi kaidah CDOB dan diserahkan oleh Apoteker sesuai dengan ketentuan,” lanjutnya.