Kasus COVID-19 Naik, Kemenkes dan BPOM Ajak Konsumsi Obat Herbal
- Pixabay/ condesign
VIVA – Kasus COVID-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, sehingga mendapat perhatian dari berbagai pihak. Mengutip data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah penderita COVID-19 bertambah 20.574 orang pada 24 Juni 2021 menjadi total 2,05 juta pasien. Sementara yang sembuh mencapai 1,82 juta orang dan meninggal dunia sebanyak 55.949 jiwa.
Tidak heran jika pemerintah kembali memperketat aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro mulai 22 Juni sampai 5 Juli 2021 mendatang. Anjuran 5M pun kembali digaungkan, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, Menjauhi Kerumunan, dan Membatasi Mobilitas
Selain itu, pemerintah juga mengimbau warga untuk meningkatkan imunitas tubuh dengan mempermudah dan mengikuti kegiatan vaksinasi, mengonsumsi makanan yang bergizi dan berolahraga. Serta, mengonsumsi suplemen atau obat-obatan yang dapat mempertebal daya tahan tubuh terhadap serangan virus atau biasa disebut imunomodulator.
Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Arianti Anaya, menuturkan, di tengah meningkatnya kasus COVID-19, semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya mengonsumsi imunomodulator yang diproduksi dari tanaman-tanaman obat asli Indonesia.
"Kalau pandemi ini berkepanjangan, tentu akan lebih bagus mengonsumsi obat herbal yang bahan bakunya dari dalam negeri. Semakin banyak obat modern asli Indonesia (OMAI) jenis fitofarmaka dicari masyarakat, maka suatu saat nanti kita tidak akan lagi bergantung pada obat-obatan berbahan baku impor," ujarnya dalam Dialog Nasional bertema Kiprah 17 Tahun Obat Modern Asli Indonesia Fitofarmaka, yang digelar Stimuno secara virtual, Kamis 25 Juni 2021.
Arianti menambahkan, sudah menjadi tugas Kemenkes untuk mengedukasi masyarakat dan tenaga kesehatan agar lebih yakin dan mencintai OMAI produksi dalam negeri.
"Pandemi ini jadi momentum meningkatkan konsumsi OMAI. Namun untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat itu butuh waktu, sehingga kami berpikir perlu regulasi yang sifatnya memaksa," kata dia.
Menurut Arianti, saat ini instansinya tengah menyusun formularium khusus OMAI. Sehingga nantinya obat-obatan herbal buatan dalam negeri bisa masuk dalam daftar obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bisa diberikan kepada pasien peserta BPJS Kesehatan.
"Rencananya OMAI fitofarmaka yang sudah mendapat izin edar dari Badan POM akan masuk formularium, karena kan sudah pasti aman ya," terang dia.
Berada dalam diskusi yang sama, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan POM, Reri Indriani, mengungkapkan, sejak COVID-19 mulai menyebar di Indonesia tahun lalu, permintaan OMAI fitofarmaka imunomodulator meningkat signifikan. Hal tersebut didorong oleh keinginan masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap serangan penyakit.
"Tingginya permintaan suplemen imunitas tubuh, tak pelak membuat banyak produsen obat-obatan herbal mengajukan berkas permohonan izin untuk mengedarkan obat buatannya. Ada peningkatan pengajuan berkas 35-40 persen untuk OMAI ini selama pandemi," tuturnya.
"Tugas Badan POM adalah mengawalnya mulai dari uji pra klinis, uji klinis dan memastikan semua proses produksinya memenuhi standar yang berlaku. Namun, kami kemudian membuat kebijakan relaksasi untuk mempercepat waktu perizinannya sehingga bisa cepat diproduksi dan dikonsumsi masyarakat," pungkas Reri.
Sebagai informasi, dari total 26 OMAI fitofarmaka yang sudah mendapatkan izin edar dari Badan POM, Stimuno buatan PT Dexa Medica adalah salah satu di antaranya. Stimuno bahkan menjadi salah satu dari lima fitofarmaka yang pertama kali mendapatkan izin edar dari Badan POM sejak 2004 atau 17 tahun yang lalu.