COVID-19 India Kian Mencekam, Kasus Jamur Hitam Capai 28 Ribu

Seorang pasien dengan gangguan pernapasan berbaring di dalam mobil sambil menunggu untuk masuk rumah sakit COVID-19 untuk perawatan, di tengah penyebaran COVID-19 di Ahmedabad, India, Kamis 22 April 2021.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Gelombang kedua COVID-19 melanda dengan kurang dari 100 ribu kasus baru yang dilaporkan di India. Bukan hanya itu, kini negeri Bollywood itu sedang berjuang melawan ketakutan baru yakni mucormycosis, yang biasa disebut sebagai “jamur hitam".

Pakar menyebut bahwa mukormikosis, bukan disebabkan oleh jamur hitam, sebenarnya infeksi jamur langka dengan tingkat kematian yang tinggi. Infeksi ini memicu warna hitam di area yang sakit sehingga kerap disebut sebagai jamur hitam.

Dikutip dari laman Al Jazeera, pada hari Senin, 7 Juni kemarin, Menteri Kesehatan Harsh Vardhan mengabarkan kondisi yang kian mencekam. Pasalnya, Menkes India itu mengatakan negaranya telah mencatat lebih dari 28 ribu kasus infeksi jamur.

"Dari 28 negara bagian, kami memiliki sekitar 28.252 kasus mucormycosis sampai sekarang. Dari jumlah tersebut, 86 persen, atau 24.370 kasus, memiliki riwayat COVID-19 dan 62,3 persen, atau 17.601, memiliki riwayat diabetes," kata Vardhan dalam pertemuan dengan sekelompok menteri federal.

“Jumlah kasus tertinggi – 6.329 – telah dicatat di Maharashtra, diikuti oleh Gujarat dengan 5.486, dan kemudian Madhya Pradesh, Uttar Pradesh, Rajasthan, Haryana, Karnataka, Delhi, dan Andhra Pradesh,” katanya.

Apa itu jamur hitam?

Mukormikosis menyebabkan penghitaman atau perubahan warna pada hidung, penglihatan kabur atau ganda, nyeri dada, kesulitan bernapas dan batuk darah. Pasien COVID-19 dengan diabetes dan sistem kekebalan yang lemah sangat rentan terhadap serangan jamur ini.

Nyeri dan kemerahan di sekitar mata atau hidung, demam, sakit kepala, batuk, sesak napas, muntah darah dan perubahan status mental adalah beberapa gejalanya.

INFOGRAFIK: PBB Puji Keberhasilan Indonesia Atasi Covid-19

Pakar kesehatan mengatakan, kualitas udara India yang buruk dan debu yang berlebihan di kota-kota, seperti Mumbai, membuat jamur lebih mudah berkembang. Pakar juga menyebut bahwa lonjakan kasus baru-baru ini sebagai perhatian serius.

“Kami dan sebagian besar rumah sakit utama telah melihat lebih banyak kasus mucormycosis dalam sebulan terakhir daripada dalam lima tahun sebelumnya,” ujar Dr Arvinder Soin, ketua Institut Transplantasi Hati Medanta di Gurugram, dikutip dari laman Al Jazeera.

'Mainan' di Rutan KPK, Cabup Pekalongan Dilempar Tongkat dan Asal-usul COVID-19

Meski infeksi jamur telah ditemukan di India sebelumnya, lonjakan kasusnya saat ini terjadi di antara orang yang terinfeksi COVID-19 dan mereka yang telah pulih dari penyakit tersebut.

Dr Sumit Mrig, yang mengepalai departemen THT di Max Smart Super Specialty Hospital di New Delhi, mengatakan bahwa mereka biasa melihat satu atau dua kasus seperti itu dalam seminggu sebelum gelombang kedua pandemi.

Misteri Asal-usul COVID-19 Mulai Terkuak, Ini Temuan Para Ilmuwan

“Jumlahnya meningkat drastis kali ini dan saat ini, kami melihat lima hingga enam pasien seperti itu setiap hari,” kata Mrig.

Dia mengatakan, wabah itu telah memberikan tekanan luar biasa pada infrastruktur kesehatan, terutama pada ketersediaan Liposomal Amphotericin-B, obat lini terakhir yang digunakan untuk mengobati jamur hitam dan yang katanya, mendadak kekurangan pasokan.

"Selain kematian yang tinggi terkait dengan penyakit yang menyebar dengan cepat dari hidung dan sinus ke mata dan otak dalam rentang waktu 24 hingga 48 jam, jika pengobatan tidak dimulai tepat waktu, pasien dapat kehilangan penglihatannya. Setelah melibatkan otak, kematiannya sekitar 80 persen," tambah Mrig.

Steroid memperburuk keadaan

Dr Soin dari Rumah Sakit Medanta mengatakan bahwa selama gelombang kedua COVID-19, infeksi jamur mempengaruhi pasien virus corona tiga hingga enam minggu setelah pemulihan, paling sering mereka yang menderita diabetes tidak terkontrol atau dirawat dengan steroid.

“Sementara steroid menyelamatkan nyawa bagi banyak pasien dengan COVID-19, banyak kasus dapat dicegah jika diabetes mereka dikontrol dengan lebih baik dan penggunaan steroid dibatasi,” katanya kepada Al Jazeera.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya