1 dari 3 Orang Kena Hipertensi, Ternyata Ini Biang Keroknya

Ilustrasi hipertensi.
Sumber :
  • Pixabay/rawpixel

VIVA – Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahun. Mirisnya, satu dari tiga orang di dunia terdiagnosis hipertensi, dan hanya 36,8 persen di antara para penderitanya yang mengonsumsi obat. 

Awalnya Bercak Merah, Awas! Psoriasis Bisa Berujung Diabetes Hingga Penyakit Jantung

Apabila dibiarkan, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi. Untuk saat ini, jumlah perkiraan penduduk dunia yang meninggal setiap tahun akibat hipertensi dan komplikasinya adalah sebesar 9,4 juta orang. 

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan beberapa komplikasi, seperti stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan kebutaan. Sementara, stroke (51 persen) dan penyakit jantung koroner (45 persen), menjadi penyebab kematian tertinggi. 

Sudah Jaga Pola Makan, Kok Tekanan Darah dan Kolesterol Masih Tinggi? Ini Sebabnya!

Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia, Esti Nurjadin mengatakan, hipertensi yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner, tidak hanya menyerang mereka yang sudah lanjut usia tapi juga generasi milenial. 

"Sayangnya hingga saat ini, masih banyak yang belum menyadari tentang bahaya hipertensi. Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan erat dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, rendahnya aktivitas fisik, rendahnya konsumsi sayur dan buah, serta tingginya konsumsi gula garam lemak," ujarnya saat webinar yang digelar Yayasan Jantung Indonesia, Senin 24 Mei 2021. 

Aktivitas Olahraga Ringan Ini Bantu Lansia Cegah Stroke

Terlebih menurut Esti, kemajuan teknologi yang membuat semua serba mudah, membuat banyak orang kurang melakukan aktivitas fisik. Tuntutan pekerjaan dan kurangnya istirahat juga dapat menyebabkan timbulnya stres. 

Hipertensi sendiri adalah keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan diastolik mencapai mmHg atau lebih. Sampai saat ini, hipertensi masih menjadi momok di masyarakat, tetapi sebenarnya bisa dicegah dengan rajin memeriksa tekanan darah secara berkala.

Berada dalam diskusi yang sama, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, mengatakan, hipertensi termasuk salah dari dari lima penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia. 

"Salah satu major reformation yang akan kami lakukan adalah bisa mengurangi prevalensi penyakit hipertensi dari hulu ke hilir dengan lebih banyak menitikberatkan di hulu. Kami memprioritaskan untuk mengedukasi masyarakat bagaimana cara menghindari risiko hipertensi, karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobati," kata dia. 

Sementara Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, dr. Cut Putrie Arianie, MH.Kes, mengungkapkan, hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan awareness masyarakat untuk melakukan deteksi dini secara berkala untuk pencegahan dan mengendalikan hipertensi. 

"Terapkan gaya hidup CERDIK, yaitu Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin melakukan aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres," tuturnya. 

Hipertensi disebut sebagai silent killer karena sering muncul tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Sebagian besar penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit tersebut, sehingga tidak mendapatkan pengobatan.

Kerusakan organ akibat komplikasi hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Dan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Dr. dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA, mengatakan dari total jumlah pasien dengan penyakit jantung, sebanyak 70-75 persennya ternyata juga mengalami hipertensi. 

"Kita sebisa mungkin harus menumbuhkan kesadaran diri kita semua untuk melakukan cek kesehatan, melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, dan mencegah serta mengendalikan hipertensi dengan memodifikasi gaya hidup seperti rajin berolahraga juga membatasi asupan garam. Untuk mencegah hipertensi, dianjurkan untuk membatasi asupan garam paling banyak 5 gram sehari atau setara dengan satu sendok teh," terang dia. 

Esti lebih lanjut berharap, ke depan akan semakin banyak masyarakat khususnya generasi milenial, yang sadar akan pentingnya mencegah dan mengendalikan hipertensi yang berdampak bagi kinerja kesehatan jantung. 

"Apabila tidak terjadi peningkatan tren penyakit katastropik, beban pembiayaan BPJS Kesehatan pun dapat ditekan dan kita dapat menjadi negara yang memiliki bangsa yang sehat dan kompetitif serta dapat bersaing di dunia global," tutup Esti Nurjadin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya