Vaksin COVID-19 AstraZeneca Dihentikan BPOM, Ini Kata Pakar IDI

Ilustrasi vaksin.
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA – Ketua Satuan Gugus Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban, menyampaikan penjelasannya terkait vaksin COVID-19 AstraZeneca yang diduga memicu efek samping berbahaya. Terlebih, Indonesia mencatat adanya kasus kematian usai pemberian vaksin tersebut.

Bahaya BPA Ditegaskan Bukan soal Bisnis, Tapi Ancam Kesehatan Konsumen

Dalam cuitannya di akun Twitter, @ProfZubairi, vaksin AstraZeneca memang dianggap cukup menyita perhatian dibanding vaksin COVID-19 lainnya. Hal itu diduga adanya sindrom pembekuan darah yang banyak dilaporkan usai masyarakat diberi vaksin asal Inggris itu. 

“Sindrom pembekuan darah yang terjadi pada sebagian kecil penerima vaksin AstraZeneca terus menarik perhatian dunia. Indonesia pun menghentikan sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547," tulis Prof. Zubairi dikutip VIVA, Selasa, 18 Mei 2021.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Penyetopan vaksin AstraZeneca di Tanah Air lantaran ada kasus kematian pada seorang pria di Jakarta Timur, sehari usai diberikan vaksin AstraZeneca. Meski tak semua vaksin AtraZeneca dihentikan, namun masyarakat mulai ragu akan keamanan vaksin tersebut. 

Prof. Zubairi pun meyakini bahwa vaksin AstraZeneca sangat aman untuk digunakan. Hanya saja, pada produksi batch tertentu, vaksin AstraZeneca tersebut memang dinilai bermasalah, baik itu di Eropa maupun di Indonesia.

Menciptakan Lingkungan Kerja yang Memotivasi dan Inovatif

"Pada prinsipnya AstraZeneca itu aman dan masih boleh banget digunakan. Kejadian pembekuan darah dari vaksin ini juga sangat jarang dan dapat diobati pada beberapa kasus di Eropa. Pun yang diduga bermasalah hanya Batch CTMAV547 saja," tegasnya.

Kembali dijelaskan Prof Zubairi, pada dasarnya penyetopan vaksin batch CTMAV547 merupakan arahan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI untuk menginvestigasi terlebih dahulu apakah ada kaitan antara kasus kematian dengan proses vaksinasi.

Prof Zubairi menyebut, produksi pada batch lainnya pun tetap digunakan lantaran tak ada kejadian serupa.

"Hal ini untuk memastikan dulu sembari menunggu hasil investigasi dan pengujian dari BPOM. Yang dihentikan sementara itu sebanyak 400an ribu dosis. Sisanya, sekitar 3 jutaan dosis masih tetap digunakan," jelasnya.

Di Inggris, lanjut Prof Zubairi, kejadian pembekuan darah tersebut yakni sebanyak 10,5 per satu juta dosis pertama atau sekitar 242 kejadian. Data tersebut tercatat hingga 28 April 2021.

Lantas, apa alasan pembekuan darah terjadi?

"Ternyata, yang paling sering itu timbul pembekuan darah di pembuluh darah vena otak. Istilahnya CVST atau cerebral venous sinus thrombosis. Ini bisa menyebabkan kematian disertai penurunan jumlah trombosis," tuturnya.

Ada pun risiko pembekuan darah itu cenderung terjadi pada orang dengan lupus (odapus). Studi menyatakan odapus juga berisiko mengalami gangguan jantung. Sebab itu, odapus harus memenuhi syarat sebelum menerima vaksin AstraZeneca.

Ilustrasi dokter/rumah sakit.

IDI Tegaskan Dokter Tak Boleh Jadi Influencer Sampai Promosikan Produk Kesehatan

Dokter-dokter tersebut membuat konten kreatif hingga akhirnya mempromosikan produk kesehatan maupun kecantikan lewat akun pribadinya.

img_title
VIVA.co.id
18 November 2024