Mengenal Badai Sitokin, Penyebab Raditya Oloan Drop dan Meninggal

Joanna Alexandra dan suami Raditya Oloan.
Sumber :
  • Instagram/@joannaalexandra

VIVA – Suami aktris Joanna Alexandra, Raditya Oloan meninggal dunia pada Kamis 6 Mei 2021 pukul 18.13 WIB. Sebelumnya, Raditya sempat menjalani perawatan intensif di ruang ICU.

Tiga Gejala Awal Penyakit Jantung yang Sering Muncul, Salah Satunya dari Jari

Sebelum meninggal, pria 36 tahun itu sempat mengalami badai sitokin pasca terpapar COVID-19. Melalui unggahan di Instagram, Joanna sempat menjelaslan kondisi sang suami yang tengah kritis karena memiliki komorbid asma dan ginjalnya kurang berfungsi dengan baik.

Selain itu, Joanna juga mengatakan, penyebab utama kondisi Radit menurun, salah satunya karena hiperinflamasi yang disebabkan oleh badai sitokin tersebut.

Program Hidup Sehat Plus Bersama Dokter Gigi Kim Seong Seon Tayang di tvOne Pekan Ini

"Kondisinya post-covid dengan komorbid asma, and he is going through a cytokine storm yang menyebabkan hyper-inflammation in his whole body. Ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat," tulis @joannaalexandra di Instagram, dikutip VIVA, Jumat 7 Mei 2021.

Lalu, apa itu badai sitokin dan seberapa bahayanya hingga dapat menyebabkan kematian pada pasien COVID-19?

Minum Kopi Bisa Tingkatkan Tekanan Darah Tinggi, Mitos atau Fakta?

Sitokin sendiri merupakan protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi penting dalam penanda sinyal sel. Namun jika jumlah sitokin yang dikeluarkan di paru-paru berlebih, itu yang disebut sebagai badai sitokin. 

Nah, hal ini akan menyebabkan paru-paru menjadi sangat padat dan kaku. Sayangnya, virus corona juga dapat menyebabkan timbulnya badai sitokin pada paru-paru pasien yang terinfeksi, sehingga dapat berujung pada kematian.

Dokter spesialis paru, Dr Yahya, Sp.P, menjelaskan beberapa gejala yang ditimbulkan dari badai sitokin ini.

"Jadi gejalanya badannya sakit semua, jadi pasien ada yang ngomong kayak lepasnya daging dari tulang. Kemudian nafsu makan hilang, panas yang tinggi, sakit semua badannya, nyeri-nyeri sendi, otot, bahkan confuse dia gak tahu dia di mana, pasien ditanya bengong. Nah, ini salah satu gejala ke arah sana," ujarnya dalam tayangan Hidup Sehat tvOne.

Jika sudah merasakan gejala-gejala tersebut, dokter Yahya menyarankan untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit dan menjalani test swab. 

"Menghadapi masyarakat yang begini kita gak boleh lengah. Begitu ada gejala seperti itu, segera lakukan tes, terapi sama tracing, ditelusuri mana aja yang sudah berhubungan dengan pasien itu," lanjut dia. 

Namun kabar baiknya, badai sitokin bisa dihindari. Menurut Yahya, kunci yang pertama adalah, begitu timbul gejala, seperti batuk kering, pusing, dan demam lebih dari 38,5 derajat celcius, segera periksakan ke dokter. Semakin cepat memeriksakan diri, badai sitokin bisa dicegah. 

"Kemudian yang kedua, begitu kena memang agak susah karena image di masyarakat begitu kena COVID-19 ini seolah-olah kena najis, seolah-olah gambarannya pasti mati, padahal tidak," kata dia. 

"Begitu kena, tenang, berobat. Ketenangan adalah kemenangan yang luar biasa, karena rilis dari serotonin dan sebagainya. Jadi, pertahanan tubuh kita terjaga dari virus itu tapi yang bersifat wajar," pungkas Yahya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya