Abai Prokes COVID-19 Berujung Maut, Pakar: Vaksin Bukan Segalanya
- Times of India
VIVA – Pasca program vaksinasi di Indonesia, penyebaran COVID-19 masih belum turun signifikan. Dipaparkan Dokter Spesialis Paru, Dr.dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K),masalah COVID-19 di Indonesia masih belum dapat diatasi sesuai harapan.
Kasus harian tetap ada. Bahkan, sudah mulai 6.000-an lagi per harinya. Dan, ini cukup mengkhawatirkan di mana faktor utamanya lantaran mulai mengabaikan protokol kesehatan yang sehingga memicu total kasus di atas 1,6 juta, dengan kematian lebih dari 44 ribu. Hal ini membuat Indonesia berada di peringkat ke-18 di dunia, dari sisi jumlah kasus COVID-19.
"Harus diingatkan menjalankan 5M dan juga menjaga imunitas tubuh adalah sesuatu yang penting, agar pencegahan bisa benar-benar dilaksanakan. Kita sudah sangat menderita, karena pandemi tidak kunjung selesai,” ujar dokter dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, dalam acara virtual bersama Imboost, baru-baru ini.
Selain itu, Indonesia masih perlu waspada, karena baru melakukan vaksinasi 2 persenan dari target jumlah orang yang divaksin. Pemerintah terus berupaya menekan penyebaran Covid-19. Selain memperluas cakupan vaksinasi, kampanye 5M, larangan mudik, sampai menutup Visa India.
Menurut dr. Erlina,, sebenarnya Indonesia bisa belajar dari India, yang baru-baru ini mengalami Tsunami COVID-19, hingga jumlah kasus yang terinfeksi mencapai 200 ribu per harinya. Bahkan, angka kematian akibat COVID-19 juga meningkat.
“Ini terjadi karena masyarakat abai dengan protokol kesehatan dan karena mereka merasa sudah divaksin. Belajar dari India, maka vaksin bukan segala-galanya. Kalau sudah divaksin, jangan euforia dan abai dengan prokes,” tutur Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu.
Senada, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Alergi Immunologi, Dr. dr. Gatot Soegiarto, Sp.PD-KAI, FINASIM juga menegaskan tidak ada perlindungan yang sifatnya seratus persen dari vaksin, yang mana standard yang ditetapkan WHO adalah 50 persen.
Angka ini juga berarti orang yang divaksin pun masih tetap ada kemungkinan terinfeksi COVID-19. Namun kemungkinan lebih kecil ketimbang mereka yang tidak divaksin. Termasuk yang sudah pernah terinfeksipun masih bisa terkena.
Dokter Gatot mengatakan, orang yang terinfeksi tergantung tingkat infeksinya. Infeksinya bisa tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, atau gejala kritis.
"Semakin berat tingkat infeksinya, tubuh berjuang semakin keras untuk mengalahkan virus. Fakta yang diperoleh, antibodi itu berbanding lurus dengan tingkat keparahannya," tutur dokter Gatot.