Perawatan Tak Optimal, Risiko Kecacatan Intai Pengidap Hemofilia

Ilustrasi gangguan Hemofilia
Sumber :
  • Instagram

VIVA – Di Indonesia, masih terdapat tantangan di dalam tata laksana hemofilia di Indonesia sehingga masih belum bisa memberikan akses yang memadai untuk pasien. Imbasnya, pasien bisa mengalami perdarahan dan berisiko timbul kecacatan.

Manfaat Antioksidan Manggis untuk Perlindungan Kulit dari Radikal Bebas

Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, Prof. dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K), mengatakan bahwa pengobatan hemofilia di Indonesia saat ini dilakukan dengan pemberian faktor pembekuan darah (faktor VIII dan IX) secara infus ketika ada perdarahan atau disebut juga on-demand.

Penanganan itu harus diberikan di rumah sakit dan hal ini yang menjadi tantangan utama mengatasi perdarahan.

Oplas di Korea Selatan, Begini Wajah Jeremy Thomas Sekarang

"Tantangan geografis dan keterbatasan fasilitas kesehatan yang masih terpusat di kota-kota besar, menyulitkan pasien hemofilia atau keluarga pasien untuk datang ke fasilitas kesehatan setiap kali terjadi pendarahan, sehingga berpotensi menyebabkan hasil perawatan yang kurang optimal," katanya dalam acara webinar World Hemophilia Day, baru-baru ini.

Prof. Djaja melanjutkan bahwa solusi untuk tantangan ini adalah pemberian terapi pencegahan atau profilaksis secara rutin, sekitar 2-3 kali seminggu, sebelum kejadian pendarahan terjadi.

Ingin Tampil Cantik? 5 Tempat Ini Bisa Jadi Pilihanmu

Terapi pencegahan ini dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik untuk para pasien, khususnya pasien anak. "Ini (profilaksis) demi mempertahankan sendi anak tetap baik, kualitas hidup baik," lanjutnya.

Senada,  dokter spesialis anak yang juga merupakan pengurus pusat HMHI,  Dr. dr. Novie A Chozie, Sp.A(K) menjelaskan bahwa terapi on demand artinya penanganan diberikan saat terlanjur timbul perdarahan, lebam, hingga bengkak di sekitar sendi. Jika dibandingkan profilaksis, akan sangat membantu pasien mencegah timbulnya bengkak dan perdarahan.

"Pasien bengkak, harus disuntik obat beberapa kali, bisa 3-4 kali. Kalau profilaksis, sekali suntik. Dalam seminggu bisa dua kali," papar dokter Novie.

Lebih lanjut, dokter Novie pun setuju bahwa profilaksis mampu memberikan kualitas hidup lebih baik lantaran mencegah kecacatan. Sebab, penyuntikan yang dilakukan berulang kali untuk mengatasi bengkak saat terapi on demand, memicu kecacatan.

"Bisa terjadi kecacatan, sehingga anaknya enggak bisa jalan. Tentunya ini sangat tidak kita harapkan," pungkas dokter Novie.

Diketahui, hemofilia merupakan gangguan pada proses pembekuan darah akibat tak adanya faktor VII dan IX. Hal tersebut membuat terjadinya kekurangan protein sehingga darah sulit membeku dan mengakibatkan perdarahan dalam waktu lama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya