Mutasi Virus Corona E484K 'Eek' Terdeteksi di Wilayah Jakarta
- pixabay
VIVA – Mutasi virus corona E484K mulai menyebar dan mengganas di Tokyo, Jepang. Tak hanya itu, varian yang dijuluki mutasi 'Eek' ini juga mulai terdeteksi di Indonesia.
Hal itu dikonfirmasi oleh Juru Bicara Satgas COVID-19 Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi. "Iya, di wilayah DKI Jakarta," ujarnya dikutip dari Kantor Berita ANTARA, Selasa 6 April 2021.
Sebelumnya, pada Kamis, 1 April 2021 kemarin, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19-19 Wiku Adisasmito membeberkan bahwa mutasi tersebut memiliki kemampuan yang lebih cepat untuk menular. Untuk itu, pemerintah melakukan proses skrining dengan lebih teliti bagi WNI dan WNI yang hendak masuk ke Indonesia.
"Mutasi E484K itu yang terjadi pada protein spike adalah mutasi yang sama seperti ditemukan pada varian Afrika Selatan dan Brasil. Dan berdasarkan hasil penelitian, varian ini lebih cepat menular. Oleh karena itu, masyarakat diminta tetap mematuhi protokol kesehatan dalam setiap aktivitas yang dilakukan, sebagai upaya mencegah penularan," ujar Prof Wiku dikutip dari kanal Yotube Sekretariat Negara.
Menurut Kantor Berita Reuters, sekitar 70 persen pasien virus korona yang dites di rumah sakit Tokyo bulan lalu membawa mutasi yang diketahui mengurangi efektivitas vaksin. Mutasi E484K, yang dijuluki "Eek" oleh beberapa ilmuwan, ditemukan pada 10 dari 14 orang yang dites positif terkena virus di Rumah Sakit Medis Universitas Kedokteran dan Gigi Tokyo pada Maret.
Selama dua bulan hingga Maret, 12 dari 36 pasien COVID-19 membawa mutasi tersebut, dengan tidak ada dari mereka yang baru-baru ini bepergian ke luar negeri atau melaporkan kontak dengan orang yang mengalaminya. Â Pada hari Jumat lalu, 446 infeksi baru dilaporkan di Tokyo, meskipun itu masih jauh di bawah puncak lebih dari 2.500 pada bulan Januari.
Di Osaka, tercatat 666 kasus dilaporkan. Pakar kesehatan telah menyatakan keprihatinan akan mengganasnya penyebaran mutasi 'Eek' itu yang diketahui telah muncul di Inggris. Â
Menurut laporan para peneliti di Universitas Edinburgh, para ilmuwan khawatir karena mutasi yang dikenal sebagai E484K ini, vaksin yang ada saat ini mungkin kurang efektif melawan varian baru ini. Para peneliti menduga bahwa mutasi E484K dapat membantu virus menghindari apa yang disebut antibodi penetral, yang mengikat virus dan mencegahnya menginfeksi sel.