Mengenal Eating Disorder yang Pernah Dialami Danella Ilene

Top 5 Indonesia's Next Top Model, Danella Ilene Kurniawan
Sumber :
  • IG Danella Ilene

VIVA – Finalis top 5 Indonesian Next Top Model, Danella Ilene Kurniawan tengah menjadi sorotan publik, karena dia sempat menceritakan kisah perjuangannya mengalami gangguan mental di depan para juri.

Stres Ancam Kesehatan, Perbaiki Pola Hidup melalui Pendekatan Sadar Risiko

"Aku pernah depresi dan aku udah melewati itu. Aku udah tahu siapa diri aku dan aku kayak lebih menghargai diri aku sekarang," kata Danella dalam sebuah video.

Dalam potongan video lainnya, Danella Ilene mengutarakan pernah mengalami gangguan kesehatan mental berupa eating disorder atau gangguan makan. Yang mana dijelaskan oleh Danella dirinya memiliki dua gejala yaitu ingin makan terus-menerus dan tak mau makan apa-apa.

Wajib Coba! Trik Ampuh Ratu Vashti Atasi Stres Pakai AI, Dijamin Work!

"Awalnya aku enggak paham kalau itu ternyata penyakit mental aku enggak sadar diagnosisnya itu eating disorder," lanjut dia.

Lantas, apa itu eating disorder yang dialami oleh Danella Ilene?

Be Your Own Bestie! Cara Menikmati Me Time yang Bermanfaat untuk Kesehatan Mental

Dilansir dari laman Healthline, Rabu, 24 Maret 2021, eating disorder yang dialami oleh Danella merupakan serangkaian kondisi psikologis yang menyebabkan berkembangnya kebiasaan makan yang tidak sehat.  Gangguan ini mulai dengan obsesi pada makanan, berat badan atau bentuk tubuh.

Dalam kasus yang parah, gangguan makan dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan yang serius dan bahkan dapat mengakibatkan kematian jika tidak ditangani.

Mereka yang mengalami gangguan makan seperti Danella Ilene dapat mengalami berbagai gejala. Namun, sebagian besar termasuk pembatasan makanan yang parah, makan berlebihan atau perilaku buang air kecil seperti muntah atau olahraga berlebihan.

Meskipun gangguan makan dapat memengaruhi orang dari jenis kelamin apa pun pada tahap kehidupan apa pun, gangguan makan paling sering dilaporkan terjadi pada remaja dan wanita muda.

Faktanya, hingga 13 persen remaja mungkin mengalami setidaknya satu gangguan makan pada usia 20 tahun.

Di sisi lain, para ahli percaya bahwa gangguan makan bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah genetika.  

Studi yang melibatkan anak kembar yang dipisahkan saat lahir dan diadopsi oleh keluarga yang berbeda memberikan beberapa bukti bahwa gangguan makan mungkin turun-temurun.

Jenis penelitian ini secara umum telah menunjukkan bahwa jika salah satu kembar mengembangkan kelainan makan, yang lain rata-rata memiliki kemungkinan 50 persen untuk mengembangkan gangguan makan juga.

Selain itu, ciri kepribadian juga bisa menjadi penyebab lainnya. Secara khusus, neurotisme, perfeksionisme dan impulsif adalah tiga ciri kepribadian yang sering dikaitkan dengan risiko lebih tinggi mengembangkan gangguan makan.

Penyebab potensial lainnya dari eating disorder, termasuk tekanan yang dirasakan untuk menjadi kurus, preferensi budaya untuk kurus dan eksposur ke media yang mempromosikan cita-cita tersebut. 

Faktanya, gangguan makan tertentu tampaknya sebagian besar tidak ada dalam budaya yang belum terpapar pada idealisme Barat tentang tubuh kurus.

Konon, idealisme kurus yang diterima secara budaya hadir di banyak wilayah di dunia. Namun, di beberapa negara, hanya sedikit orang yang akhirnya mengembangkan kelainan makan.  Jadi, kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh berbagai faktor.

Baru-baru ini, para ahli telah mengusulkan bahwa perbedaan dalam struktur otak dan biologi juga berperan dalam perkembangan eating disorder. Secara khusus, tingkat serotonin dan dopamin di otak dapat menjadi faktor penyebabnya. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian sebelum kesimpulan yang kuat dapat dibuat.

Wakil Menteri Kesehatan (Kiri), Dante, Menko PMK (Tengah) Pratikno, Menkes (Kanan) Budi Gunadi Sadikin, Foto: Isra Berlian

100 Orang dirawat di RSCM Lantaran Judi Online, Menkes Minta Masyarakat Lakukan Ini

Dalam media briefieng online yag digelar oleh PB IDI Kamis kemarin, diungkap Krstiana bahwa pasien rawat jalan dua kali lipat dari angka pasien yang dirawat inap.

img_title
VIVA.co.id
9 November 2024