Perlu Diketahui, 4 Hal Gejala Down Syndrome
VIVA – Menurut data RISKESDAS tahun 2018, 0,21% anak berusia 24-59 bulan di Indonesia, atau sekitar 20.000 anak, mengalami Down Syndrome. Down Syndrome merupakan suatu kondisi di mana seseorang memiliki total 47 kromosom yang bukan 46 kromosom seperti orang lain pada umumnya.
Dalam rangka memperingati Hari Down Syndrome Sedunia (HDSD) yang jatuh pada hari Minggu, 21 Maret 2021, Cordlife bersama POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome) menggelar 5th Trisomy Awareness Bash 2021 yang bertujuan untuk mengajak masyarakat agar dapat mengenal Down Syndrome lebih dekat.
Down syndrome adalah salah satu penyakit akibat kelainan kromosom dan kelainan genetik yang cukup sering terjadi. Hal ini bisa juga disebut dengan Disabilitas Intelektual yang sering ditemui oleh para penyandang down syndrome. Data WHO memperkirakan sekitar 3000 hingga 5000 bayi terlahir dalam kondisi ini setiap tahunnya.
Disabilitas intelektual adalah suatu kondisi dimana seorang anak memiliki masalah dengan fungsi intelektual dan fungsi adaptifnya.
Dengan penanganan yang tepat, penderita dapat hidup dengan sehat dan mampu menjalani aktivitas secara mandiri walaupun kelainan belum dapat disembuhkan. Karena Down Syndrome menyebabkan penampilan wajah yang khas, cacat intelektual, keterlambatan perkembangan dan dapat terkait dengan tiroid atau penyakit jantung.
Berikut kita yang perlu kita ketahui mengenai gejala dari disabilitas intelektual:
- Anak akan mengalami keterlambatan perkembangan, seperti duduk, merangkak, berjalan, dan berbicara.
- Anak kesulitan menguasai kemampuan, seperti berpakaian, buang air di kamar mandi (patty training), dan makan sendiri.
- Anak memiliki masalah perilaku, seperti tantrum yang meledak-ledak, kolik, hiperaktivitas, serta tidur tidak teratur.
- Anak punya masalah mengingat, menyelesaikan masalah atau berpikir logis.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penyandang down syndrome tetap memiliki kemampuan, meskipun kemampuan tersebut berbeda dengan kebanyakan orang.
Meski kondisi disabilitas intelektual tidak bisa disembuhkan, tetapi dengan bimbingan yang tepat, mereka dapat tetap menjalani kehidupan dan memberi manfaat bagi sesama.
Laporan: Prima Nadia Rahayu