Kolom Prof Tjandra: Mutasi Terbaru, PCR Tak Berfungsi

Prof Tjandra Yoga Aditama
Sumber :
  • Dokumentasi Prof Tjandra

VIVA –Berita tentang mutasi virus COVID-19 nampaknya terus bergulir, dan kita memang perlu mengikutinya dengan seksama dan tentu perlu waspada. World Health Organization (WHO) biasanya akan mengkategorikan varian-varian baru sebagai “variants under investigation (VUI)”.

Seperti sudah pernah dibahas terdahulu maka ada empat kemungkinan dampak mutasi virus COVID-19. Pertama adalah dampaknya pada diagnosis dengan PCR, kedua tentang penularan penyakit, ke tiga berhubungan dengan beratnya penyakit dam ke empat tentang dampak mutasi pada vaksin. Selama ini sudah banyak dibahas tentang dampak ke dua, ke tiga dan ke empat, termasuk berhubungan dengan tiga mutasi yang paling banyak dibicarakan yanti B.1.1.7 Inggris, B.1.351 Afrika Selatan dan mutasi P 1 Brazil. 

Dalam beberapa hari ini ada perkembangan amat baru, yaitu tentang dampak mutasi pada kemampuan tes PCR untuk mendeteksi apakah seseorang sakit COVID-19 atau tidak. Pada 15 Maret 2021 Menteri Kesehatan Perancis mengumunkan penemuan varian terbaru virus penyebab COVID-19 sesudah melakukan pemeriksaan sekuens genomik pada suatu klaster infeksi di rumah sakit di kota Lannion.

Ada 8 pasien COVID-19 di sana yang terbukti membawa varian terbaru ini, yang sementara ini mereka beri nama “le variant breton”. Yang perlu dapat perhatian kita adalah bahwa kasus-kasus ini ternyata memberi hasil negatif waktu di tes dengan PCR test yang biasa kita pakai untuk memastikan seseorang sakit atau tidak. Untuk kasus-kasus di Perancis ini mereka baru dipastikan sakit sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam darah dan bahkan jaringan paru-paru nya, suatu pemeriksaan yang amat tidak mudah dilakukan. 

Seperti diketahui, pada waktu awal-awal berita mutasi virus COVID-19 beberapa bulan yang lalu memang sudah disebutkan kemungkinan bahwa virus yang bermutasi mungkin akan membuat deteksi PCR jadi terganggu. Hal ini karena pada mutasi maka biasanya yang berubah adalah antena (“spike”) virus, sementara PCR dalam kerjanya memang juga mendeteksi antena ini. Tetapi ketika itu pendapat umum mengatakan bahwa tes PCR tidak hanya bergantung pada satu antena saja. Jadi kalau ada mutasi dan perubahan pada satu antena maka PCR akan dapat tetap bekerja melalui deteksi bagian-bagian virus yang tidak berubah karena mutasi. 

Nampaknya perkembangan kini jadi berbeda, dan memang informasi tentang COVID-19 dan virus penyebabnya terus berubah secara amat dinamis. Pada pertengahan Februari 2021 Finlandia melaporkan mutasi varian “Fin-796H” yang mereka temukan di “Helsinki-based Vita Laboratories”, yang virusnya tidak bisa terdeteksi dengan salah satu pemeriksaan PCR yang mereka biasa gunakan. Memang data dari Finlandia belum terlalu konklusif, tetapi informasi dari Menteri Kesehatan Perancis beberapa hari yang lalu ini memberi signal yang lebih jelas dan amat perlu dapat perhatian kita semua.

Tentu kita belum tahu bagaimana perkembangan mutasi “le variant breton” ini selanjutnya, tetapi kalau memang nantinya keampuhan tes PCR jadi benar-benar terganggu maka tentu dunia akan menghadapi babak baru dan tantangan cukup berat untuk mediagnosis COVID-19.  

 
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Lekas Pulih dari COVID-19, Indonesia Sukses Lalui Pandemi Mencekam

Saat ini kasus CPVID-19 masi h tinggi. Tetap jaga protkol kesehatan dan jauhi 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan Pakai Sabun.

#ingatpesanibu
#jagajarak
#satgascovid19
#pakaimasker
#cucitanganpakaisabun

INFOGRAFIK: PBB Puji Keberhasilan Indonesia Atasi Covid-19
Virus Corona atau Covid-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Indonesia once faced the challenges of the Covid-19 pandemic. As part of an effort to provide early prevention it, can be done by an app.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2024