Antibodi dari Vaksin Kurang Efektif Lawan Mutasi Virus Corona?

Ilustrasi virus corona COVID-19
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Sebuah studi terbaru mengenai efektivitas vaksin terhadap mutasi virus corona dirilis. Dalam studi itu dijelaskan bahwa antibodi yang diinduksi oleh beberapa vaksin COVID-19 kurang efektif dalam mengatasi mutasi virus yang ditemukan di Inggris, Brazil dan Afrika Selatan.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Cell itu mencatat bahwa antibodi penetral yang diinduksi oleh vaksin Pfizer dan Moderna COVID 19 kurang efektif melawan varian virus corona yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan Brasil.

Menurut para ilmuwan, antibodi penetral bekerja dengan mengikat virus secara erat dan memblokirnya memasuki sel, dengan demikian mencegah infeksi.  

Meskipun demikian, pengikatan ini hanya terjadi jika antibodi dan virus cocok dengan sempurna, seperti kunci dalam gembok.

Namun, jika bentuk virus berubah saat antibodi menempel, antibodi tersebut mungkin tidak lagi dapat mengenali dan menetralkan virus.

Para ilmuwan membandingkan seberapa baik antibodi bekerja melawan strain asli versus varian baru.

Ketika para ilmuwan menguji strain baru tersebut terhadap antibodi penetralisir yang diinduksi oleh vaksin, mereka menemukan tiga strain baru yang pertama kali dijelaskan di Afrika Selatan 20-40 kali lebih resisten terhadap netralisasi.

Dua strain yang pertama kali ditemukan di Brasil dan Jepang diketahui lima hingga tujuh kali lebih resisten dibandingkan dengan virus SARS-CoV-2 asli dari Wuhan, China.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

"Secara khusus kami menemukan bahwa mutasi di bagian tertentu dari protein lonjakan yang disebut domain pengikat reseptor lebih mungkin membantu virus melawan antibodi penawar," kata salah satu penulis penelitian yang dikutip dari laman Times of India. 

Namun, kemampuan varian ini untuk melawan antibodi penetral tidak berarti vaksin tidak akan efektif.

Bio Farma Raih Kontrak Ekspor Vaksin Rp 1,4 Triliun, Erick Thohir Dorong Produksi

"Tubuh memiliki metode perlindungan kekebalan lain selain antibodi. Temuan kami tidak selalu berarti bahwa vaksin tidak akan mencegah COVID-19, hanya saja bagian antibodi dari tanggapan kekebalan mungkin kesulitan mengenali beberapa varian baru ini," kata para ilmuwan. 

Untuk mengembangkan generasi berikutnya, penting untuk memahami mutasi mana yang lebih memungkinkan virus menghindari kekebalan yang diturunkan dari vaksin.

Vaksin HFMD Sudah Ada, Berapa Efikasinya untuk Cegah HFMD atau Flu Singapura?

Studi ini juga dapat membantu para peneliti mengembangkan metode pencegahan yang lebih efektif, seperti vaksin pelindung secara luas yang bekerja melawan berbagai varian, terlepas dari jumlah mutasi yang berkembang.

Ilustrasi kasus demam berdarah dengue (DBD)

Pemerintah Kalimantan Timur Gandeng Malaysia Buat Kendalikan Dengue

Menurut studi yang dimuat dalam The New England Journal of Medicine, vaksin DBD dapat mencegah infeksi demam berdarah hingga 80,2 persen.

img_title
VIVA.co.id
22 Desember 2024