4000 Varian Virus COVID-19 Ditemukan di Dunia
- Times of India
VIVA – Para peneliti ahli Inggris menyebut ada sekitar 4000 varian virus yang menyebabkan COVID-19. Ribuan varian virus COVID-19 yang telah didokumentasikan saat virus bermutasi, termasuk varian Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil, yang tampaknya menyebar lebih cepat daripada yang lain.
Melihat hal itu, Menteri yang mengurusi Vaksin di Inggris, Nadhim Zahawi mengatakan sangat tidak mungkin bahwa vaksin saat ini tidak akan bekerja melawan varian baru.
Dia menjelaskan, sangat kecil kemungkinannya bahwa vaksin saat ini tidak akan efektif pada varian baik di Kent atau varian lain, terutama dalam hal penyakit parah dan rawat inap.
"Semua produsen vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, Oxford-AstraZeneca dan lainnya sedang mencari cara bagaimana mereka dapat meningkatkan vaksin produksi mereka untuk memastikan bahwa kami siap untuk varian apa pun yang mana saat ini ada sekitar 4.000 varian di seluruh dunia COVID-19," ujar Nadhim Zahawi seperti dilansir dari laman Asiaone, Jumat 5 Februari 2021.
Di sisi lain, menurut, laporan British Medical Journal, sementara ribuan varian telah muncul saat virus bermutasi saat replikasi, hanya minoritas yang sangat kecil kemungkinan besar menjadi penting dan mengubah virus dengan cara yang berarti.
Sebut saja, varian Inggris yang dikenal sebagai VUI 202012/01. Virus varian ini memiliki mutasi termasuk perubahan pada protein lonjakan yang digunakan virus untuk mengikat reseptor ACE2 manusia yang artinya mungkin lebih mudah untuk ditangkap.
"Kami memiliki industri pengurutan genom terbesar kami memiliki sekitar 50 persen dari industri pengurutan genom di dunia dan kami menyimpan pustaka dari semua varian sehingga kami siap untuk merespons, baik di musim gugur atau setelahnya, untuk tantangan apa pun yang mungkin muncul dari virus dan menghasilkan vaksin berikutnya, "kata Zahawi.
Sejumlah negara mulai lakukan program vaksinasi
Hingga saat ini dari data John Hopkins University of Medicine kasus pasien meninggal akibat virus Sars-CoV-2 ini telah 2,268 juta orang di seluruh dunia sejak muncul di China pada akhir 2019 lalu.
Meningkatnya jumlah kasus harian membuat sejumlah negara mulai melakukan vaksinasi untuk menekan penyebaran virus.
Sebut saja Israel, negara ini diketahui telah berada jauh di depan dari negara lain di dunia dalam hal vaksinasi per kepala populasi, diikuti oleh Uni Emirat Arab, Inggris, Bahrain, Amerika Serikat dan kemudian Spanyol, Italia serta Jerman.
Di sisi lain Inggris diketahui baru saja meluncurkan uji coba untuk menilai tanggapan kekebalan yang dihasilkan jika dosis vaksin dari Pfizer dan AstraZeneca.
Para peneliti Inggris di balik uji coba tersebut mengatakan data tentang memvaksinasi orang dengan dua jenis vaksin yang berbeda dapat membantu dalam memahami apakah suntikan dapat diluncurkan dengan lebih fleksibel di seluruh dunia.
Data awal tentang tanggapan kekebalan diharapkan dihasilkan sekitar bulan Juni. Melalui percobaan ini akan memeriksa respon imun dari dosis awal vaksin Pfizer yang diikuti oleh booster AstraZeneca, begitu pula sebaliknya, dengan interval 4 dan 12 minggu.
Baik suntikan mRNA yang dikembangkan oleh Pfizer dan BioNTech dan vaksin vektor virus adenovirus yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca saat ini sedang diluncurkan di Inggris, dengan jeda 12 minggu antara 2 dosis vaksin yang sama.