Belum Ada Obat dan Vaksinnya, Waspada Gejala Virus Nipah
- www.pixabay.com/typographyimages
VIVA – Virus nipah kini tengah menjadi sorotan, lantaran dikhawatirkan akan menjadi pandemi selanjutnya. Virus nipah (NiV) sendiri merupakan virus zoonosis yang diketahui berasal dari kelelawar buah.
Dikutip dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tabu, 27 Januari 2021, kelelawar buah dari keluarga Pteropodidae, terutama spesies yang termasuk dalam genus Pteropus, adalah inang alami virus Nipah.
Pendapat sementara para peneliti, distribusi geografis Henipaviruses tumpang tindih dengan kategori Pteropus. Hipotesis ini diperkuat dengan bukti infeksi Henipavirus pada kelelawar Pteropus dari Australia, Bangladesh, Kamboja, China, India, Indonesia, Madagaskar, Malaysia, Papua Nugini, Thailand dan Timor-Leste.
Ditemukan pula kelelawar buah Afrika dari genus Eidolon dan famili Pteropodidae yang positif virus nipah.
Karena merupakan virus zoonosis, virus nipah ditularkan dari hewan ke manusia, dan juga dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung antar manusia.
Virus ini menyebabkan berbagai penyakit pada orang yang terinfeksi. Mulai dari infeksi asimtomatik (subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan ensefalitis fatal. Virus nipah juga dapat menyebabkan penyakit parah pada hewan, seperti babi, yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak.
Meskipun virus nipah hanya menyebabkan beberapa wabah yang diketahui di Asia, virus ini menginfeksi berbagai macam hewan dan menyebabkan penyakit parah dan kematian pada manusia, menjadikannya masalah kesehatan masyarakat dengan tingkat kematian diperkirakan 40 persen hingga 75 persen.
Diagnosa
Tanda dan gejala awal infeksi virus Nipah tidak spesifik dan diagnosisnya sering tidak dicurigai. Hal ini dapat menghalangi diagnosis yang akurat dan menciptakan tantangan dalam deteksi wabah, tindakan pengendalian infeksi yang efektif dan tepat waktu dan kegiatan tanggapan wabah.
Selain itu, kualitas, kuantitas, jenis dan waktu pengambilan sampel klinis serta waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan sampel ke laboratorium dapat mempengaruhi keakuratan hasil laboratorium.
Infeksi virus nipah dapat didiagnosis dengan riwayat klinis selama fase akut dan fase penyembuhan penyakit. Tes utama yang digunakan adalah reaksi berantai polimerase waktu nyata (RT-PCR) dari cairan tubuh dan deteksi antibodi melalui enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Tes lain yang digunakan termasuk uji polymerase chain reaction (PCR), dan isolasi virus dengan kultur sel.
Gejala
Infeksi virus nipah pada manusia berkisar dari infeksi asimtomatik hingga infeksi saluran pernapasan akut (ringan, parah) dan ensefalitis yang fatal.
Orang yang terinfeksi awalnya mengalami gejala termasuk demam, sakit kepala, mialgia (nyeri otot), muntah dan sakit tenggorokan. Ini dapat diikuti dengan pusing, mengantuk, kesadaran yang berubah dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut.
Beberapa orang juga dapat mengalami pneumonia atipikal dan masalah pernapasan yang parah, termasuk gangguan pernapasan akut. Ensefalitis dan kejang terjadi pada kasus yang parah, berkembang menjadi koma dalam waktu 24 hingga 48 jam.
Masa inkubasi (interval dari infeksi hingga timbulnya gejala) diyakini berkisar dari 4 hingga 14 hari. Namun, telah dilaporkan pula kasus di mana masa inkubasi terjadi selama 45 hari.
Kebanyakan orang yang selamat dari ensefalitis akut bisa sembuh total, tetapi kondisi neurologis jangka panjang telah dilaporkan terjadi pada mereka yang sembuh. Sekitar 20 persen pasien mengalami konsekuensi neurologis residual seperti gangguan kejang dan perubahan kepribadian. Sejumlah kecil orang yang sembuh kemudian kambuh atau mengembangkan ensefalitis onset tertunda.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada obat atau vaksin khusus untuk infeksi virus nipah, meskipun WHO telah mengidentifikasi nipah sebagai penyakit prioritas dalam Cetak Biru Penelitian dan Pengembangan WHO. Perawatan suportif intensif direkomendasikan untuk mengobati komplikasi pernapasan dan neurologis yang parah.