Berawal dari Desa di Malaysia, Infeksi Virus Nipah yang Ditakuti
- Pixabay
VIVA – Di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda dunia, Indonesia kini dibuat was-was dengan ancaman pandemi lainnya, yakni virus nipah dari Malaysia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Didik Budijanto memperingatkan warga Indonesia agar selalu waspada terhadap potensi penularan virus nipah dari hewan ternak babi di Malaysia dari kelelawar pemakan buah.
Virus nipah disebut memiliki tingkat kematian hingga 75 persen. Virus ini bisa menyebar antar manusia dan dari hewan ke manusia melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi.
Menurut laman WHO, virus nipah adalah virus zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia, dan juga dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung antar manusia.
Dirangkum dari berbagai sumber, virus nipah pertama kali ditemukan pada tahun 1998 saat terjadi wabah di Malaysia. Virus ini kemudian diisolasi pada tahun 1999.
Nama virus ini diambil dari sebuah desa di Malaysia bernama Sungai Nipah. Selain kelelawar, virus ini diketahui dapat menginfeksi babi. Saat wabah di tahun 1999, banyak orang terbunuh karena penyakit ini.
Hingga Mei 2018, diperkirakan telah terjadi sekitar 700 kasus virus nipah pada manusia. Sebanyak 50-75 persen dari yang terinfeksi telah meninggal dunia. Di waktu yang sama, wabah penyakit nipah mengakibatkan 18 kematian di negara bagian Kerala, India.
Hingga kini belum ada pengobatan efektif untuk mengatasi infeksi virus nipah. Begitu pun dengan vaksin untuk pencegahannya. Karenanya, langkah terbaik mencegah penyakit ini adalah dengan menghindari kontak dengan kelelawar di daerah endemik dan babi yang sakit.