Cara Halal Puaskan Suami saat Istri Haid Menurut Islam
- Times of India
VIVA – Menurut ajaran agama Islam, saat seorang wanita sedang haid atau menstruasi, suami dan istri tidak boleh melakukan hubungan intim. Bahkan, perbuatan ini diharamkan dalam Islam jika tetap dilakukan.Â
Benarkah demikian? Lalu, bagaimana cara istri memuaskan suami jika sedang haid? Berikut penjelasan lengkapnya, dikutip VIVA dari YouTube Yufid.TV, Jumat 8 Januari 2021.Â
Â
Dalam video yang diunggah di channel Youtube tersebut, disebutkan bahwa ada tiga macam interaksi intim antara suami dan istri ketika haid. Apa saja?Â
Interaksi dalam bentuk hubungan intim ketika haid
Perbuatan ini haram dengan sepakat ulama. Hal itu didasarkan pada firman Allah SWT, yang artinya:Â
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, haid itu adalah suatu kotoran. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri" (QS. Al-Baqarah: 222).Â
Orang yang melanggar larangan ini wajib bertaubat pada Allah SWT dan membayar kaffarah, berupa sedekah satu atau setengah dinar.Â
Interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu selain di daerah antara pusar sampai lutut ketika istri haid
Interaksi semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. Aisyah Radiallahu Anha menceritakan:Â
"Apabila saya haid, Rasulullah SAW menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku" (HR. Ahmad, Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu di semua tubuh istri selain hubungan intim dan anak seks
Interaksi seperti ini masih diperselisihkan oleh ulama, di antaranya sebagai berikut:Â
1. Imam Abu Hanifah, Malik dan As-SyafiiÂ
Mereka berpendapat bahwa perbuatan semacam ini hukumnya haram. Dalil mereka adalah praktik Nabi SAW, sebagaimana keterangan A'isyah dan Maimunah.Â
2. Imam Ahmad dan beberapa ulama Hanafiyah, Malikiyah dan SyafiiyahÂ
Ulama-ulama itu berpendapat bahwa hal ini dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.Â