3 Fakta Parosmia, Gejala Baru COVID-19 Terkait Fungsi Penciuman

Ilustrasi jaga jarak/virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Gejala COVID-19 terus menerus bertambah dan berubah seiring dengan meningkatnya kasus di dunia. Salah satu yang disorot lantaran cukup banyak diidap oleh pasien COVID-19 yakni parosmia. Apa itu parosmia?

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Dilansir dari Sky News, Selasa, 5 Januari 2021, mutasi pada virus corona yang kerap terjadi mungkin menjadi pemicu berbagai perubahan gejala di tubuh manusia. Termasuk fungsi penciuman, yang gejala awalnya adalah anosmia (tidak bisa mencium bau), kini menjadi parosmia.

Efek parosmia sendiri membuat perubahan pada fungsi penciuman, yang salah dalam menangkap aroma yang dihirup. Seperti apa gejalanya? Berbahayakah? Bagaimana fakta-fakta yang ditemukan? Berikut rangkumannya.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Apa itu parosmia?

Parosmia merupakan distorsi pada indera penciuman yang membuat fungsi hidung salah dalam menangkap aroma. Dalam kasus yang paling parah, parosmia dapat menyebabkan Anda merasa sakit secara fisik saat otak Anda mendeteksi bau yang kuat dan tidak menyenangkan.

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Ahli bedah telinga, hidung dan tenggorokan (THT) Profesor Nirmal Kumar menyebut gejala tersebut "sangat aneh dan sangat unik".

Prof Kumar mengatakan kepada Sky News bahwa pasien mengalami halusinasi penciuman, yang berarti "indra penciuman terdistorsi, dan sayangnya, sebagian besar tidak menyenangkan". Ia menambahkan bahwa hal itu "sangat mengganggu pasien dan kualitas hidup mereka sangat terpengaruh".

Bagaimana efek yang ditimbulkan?

Jika Anda menderita parosmia, gejala utama Anda adalah merasakan bau busuk yang terus-menerus, terutama saat ada makanan. Anda mungkin juga mengalami kesulitan mengenali atau memperhatikan beberapa bau di lingkungan Anda, akibat kerusakan neuron penciuman Anda.

Aroma yang tadinya Anda anggap menyenangkan sekarang mungkin menjadi sangat kuat dan tak tertahankan. Jika Anda mencoba makan makanan yang baunya tidak enak, Anda mungkin merasa mual atau mual saat makan.

Berdasarkan laporan Sky News, salah satu pasien di London menyebut, awalnya ia kehilangan fungsi penciuman atau anosmia selama 2 pekan. Lalu, berubah menjadi parosmia dengan mencium aroma kuat dan tak menyenangkan seperti aroma terbakar, bau amis ikan, hingga sulfur.

Bahkan, pasien lainnya merasa bahwa aroma kopi yang biasanya menyenangkan kini berubah menjadi bau bensin yang memuakan.

Apakah dapat sembuh?

Charity AbScent, yang mendukung orang dengan gangguan penciuman, mengumpulkan informasi dari ribuan pasien anosmia dan parosmia untuk membantu pengembangan terapi. Mereka merekomendasikan siapa pun yang terkena parosmia untuk menjalani "pelatihan penciuman".

Ini melibatkan beberapa barang beraroma menyenangkan seperti  minyak mawar, lemon, cengkeh, dan kayu putih setiap hari selama sekitar 20 detik dalam upaya untuk mendapatkan kembali indra penciuman mereka secara perlahan.

Menurut Prof Kumar, kebanyakan orang pada akhirnya akan mendapatkan kembali indera penciuman normal mereka.

"Ada beberapa laporan awal yang menjanjikan bahwa pelatihan semacam itu membantu pasien," ujar Prof Kumar.

Ingat, saat ini jumlah kasus COVID-19 di Indonesia masih tinggi. Untuk itu jangan lupa tetap patuhi protokol kesehatan dan lakukan 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Jauhi Kerumunan serta  Mencuci Tangan Pakai Sabun,

#pakaimasker
#jagajarak
#cucitangan
#satgascovid19
#ingatpesanibu

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya