Gejala Panjang COVID-19 Timbulkan Bau Menyengat Ikan dan Belerang
- pixabay
VIVA – Virus corona telah menimbulkan banyak dampak pada orang-orang di seluruh dunia. Gejala yang dirasakan mereka yang terinfeksi bisa beragam, mulai dari ringan hingga sangat berat.
Namun, belakangan gejala yang ditimbulkan COVID-19 semakin beragam dan muncul pula gejala tak biasa. Beberapa ahli melaporkan, gejala COVID-19 jangka panjang bisa meliputi parosmia dengan semakin banyak orang yang melaporkan mencium bau ikan, gosong dan belerang.
Dilansir laman Times of India, COVID-19 jangka panjang adalah istilah untuk menggambarkan gejala yang dirasakan oleh seseorang dan efek yang ditimbulkan pada berbagai pasien selama beberapa minggu atau bulan di luar penyakit awal. Menurut Institut Nasional Kesehatan dan Perawatan Mutu Tinggi (NICE), COVID-19 jangka panjang bisa berlangsung lebih dari 12 minggu, meskipun beberapa orang yang merasakan gejala lebih dari delapan minggu dianggap juga COVID-19 jangka panjang.
COVID-19 jangka panjang merupakan kondisi di mana pasien mengalami komplikasi COVID-19 untuk jangka waktu yang lama. Selama periode ini, seseorang bisa mengalami gejala yang dan paling umum dari COVID-19 hingga tidak mengalami masalah sama sekali.
Beberapa gejala umum yang dialami pasien COVID-19 meski sudah sembuh sekalipun meliputi:
- Kesulitan bernapas
- Nyeri sendi
- Nyeri dada
- Kehilangan indra perasa atau penciuman
- Kelelahan
Menurut beberapa laporan, orang yang mengalami COVID-19 jangka panjang melaporkan gejala tak biasa dan jarang, yang belum pernah terdengar sebelumnya. Meski kehilangan indra penciuman dan perasa dan sulit membedakan rasa atau secara resmi disebut dengan parosmia terjadi pada beberapa pasien muda begitu juga petuga kesehatan, bau menyengat ikan, belerang dan seperti gosong juga muncul pada gejala COVID-19 jangka panjang.
Dalam sebuah wawancara dengan dokter bedah THT, Profesor Nirmal Kumar mengatakan kalau gejala baru dari COVID-19 jangka panjang sangat aneh dan unik.
Kumar adalah tenaga medis pertama yang mengidentifikasi kehilangan indra penciuman sebagai gejala COVID-19.
"Virus ini memiliki afinitas pada saraf di kepala dan secara khusus, saraf yang mengendalikan indra penciuman," ujarnya.
Meski begitu, Kumar melanjutkan, virus juga mungkin mempengaruhi neurotransmitter, mekanisme yang mengirim pesan ke otak.
"Beberapa orang melaporkan halusinasi, gangguan tidur, perubahan pendengaran. Kami tidak tahu bagaimana tepatnya mekanismenya, tapi kami sedang mencari cara untuk mencoba dan menolong pasien sembuh," lanjutnya.