Daftar Komorbid yang Boleh dan Tak Layak Vaksinasi COVID-19 Sinovac

Ilustrasi Vaksin COVID-19.
Sumber :
  • dokumentasi kominfo

VIVA – Vaksin COVID-19 Sinovac asal Tiongkok telah tiba di Tanah Air beberapa waktu lalu dan siap diberikan pada masyarakat. Kendati demikian, beberapa persyaratan menjadi penentu kelompok mana saja yang tak boleh divaksin, termasuk pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid.

Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PB PAPDI) memberikan rekomendasi tersebut yang disusun berdasarkan beberapa hal antara lain data publikasi fase I dan II mengenai Sinovac, Data uji klinis fase III, hingga data uji vaksin lain. Pada individu yang akan divaksin, jika terdapat lebih dari 1 penyakit penyerta dan ada yang belum layak divaksin, maka dipilih yang belum layak.

Sementara, persyaratan umum dari vaksin Sinovac ini mencakup dewasa sehat berusia 18-59 tahun. Untuk yang tak diperbolehkan menerima vaksin ini antara lain pernah terkonfirmasi COVID-19, wanita hami dan menyusui, hingga penyakit penyerta.

Lantas, apa saja penyakit penyerta atau komorbid yang bisa dan tak layak diberi vaksinasi? Berikut daftarnya dikutip dari keterangan tertulis PB PAPDI. Berikut ini komorbid yang boleh vaksin.

1.Alergi tertentu

Alergi obat: Pasien dengan alergi obat dapat diberikan vaksinasi COVID-19. Namun harus diperhatikan pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik neomicin, polimiksin, streptomisin, dan gentamisin perlu menjadi perhatian terutama pada vaksin yang mengandung komponen antibiotik tersebut

Alergi makanan: Alergi makanan tidak menjadi kontraindikasi dilakukan vaksinasi COVID-19

Asma bronkial: Jika pasien dalam keadaan asma akut disarankan untuk menunda vaksinasi sampai asma pasien terkontrol baik

Rhinitis alergi: Rinitis tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan vaksinasi

2.Penyakit menular

HIV: Vaksinasi yang mengandung kuman yang mati/komponen tertentu dari kuman dapat diberikan walaupun CD4<200. Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa kekebalan yang timbul dapat tidak maksimal, sehingga dianjurkan untuk diulang saat CD4>200

3. Penyakit paru

Penyakit Paru Obstruktif Kronik: PPOK yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi Covid. namun pasien dalam kondisi PPOK eksaserbasi akut disarankan menunda vaksinasi sampai kondisi eksaserbasi teratasi

Tuberkulosis: Pasien TBC dalam pengobatan layak mendapat vaksin COVID-19 minimal setelah dua minggu mendapat Obat Anti Tuberkulosis

Kanker Paru: Pasien kanker paru dalam kemoterapi/terapi target layak mendapat vaksinasi

Interstitial lung disease: Pasien ILD layak mendapatkan vaksinasi jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut 

4. Penyakit Hati

Vaksinasi kehilangan keefektifannya sejalan dengan progresifisitas penyakit hati. Oleh karena itu, penilaian kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati kronis sebaiknya dinilai sejak awal, saat vaksinasi paling efektif/respons vaksinasi optimal.

Jika memungkinkan, vaksinasi diberikan sebelum transplantasi hati.

Inactivated vaccine lebih dipilih pada pasien sirosis hati

5. Penyakit Gangguan Psikosomatis

Sangat direkomendasikan dilakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi yang cukup lugas pada penerima vaksin.

Dilakukan identifikasi pada pasien dengan masalah gangguan psikosomatik, khususnya gangguan ansietas dan depresi perlu dilakukan KIE yang cukup dan tatalaksana medis.

Orang yang sedang mengalami stress (ansietas/depresi) berat, dianjurkan diperbaiki kondisi klinisnya sebelum menerima vaksinasi.

Perhatian khusus terhadap terjadinya Immunization Stress-Related Response (ISRR) yang dapat terjadi sebelum, saat dan sesudah imunisasi pada orang yang berisiko : Usia 10-19 tahun, Riwayat terjadi sinkop vaso-vagal, 

Pengalaman negative sebelumnya terhadap pemberian suntikan, dan Terdapat ansietas sebelumnya.

6. Penyakit lain-lain

Reaksi anafilaksis (bukan akibat vaksinasi): Jika tidak terdapat bukti reaksi anafilaksis terhadap vaksin. COVID-19 ataupun komponen yang ada dalam vaksin COVID-19 sebelumnya, maka individu tersebut dapat divaksinasi.

Vaksinasi dilakukan dengan pengamatan ketat dan persiapan penanggulangan reaksi alergi berat. Sebaiknya dilakukan di layanan kesehatan yang mempunyai fasilitas lengkap.

Dermatitis atopi: Dermatitis atopi tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan vaksinasi

Diabetes Melitus: Penderita DM tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58 mmol/mol atau 7,5% dapat diberikan vaksin

Obesitas: Pasien dengan obesitas tanpa komorbid yang berat 

Nodul tiroid: Jika tidak terdapat keganasan tiroid 

Pendonor darah: Pada Permenkes RI, donor darah sebaiknya bebas vaksinasi selama setidaknya 4 minggu (untuk semua jenis vaksin). Jika vaksin Sinovac diberikan dengan jeda 2 minggu antar dosis, maka setelah 6 minggu baru bisa donor kembali.

Komorbid yang tidak layak vaksin

1. Penyakit Autoimun Sistemik (SLE, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya): Pasien autoimun tidak dianjurkan untuk diberikan vaksinasi COVID sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi

2. Sindroma Hiper IgE: Pasien Hiper IgE tidak dianjurkan untuk diberikan vaksinasi COVID sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi

3. Pasien dengan infeksi akut: Pasien dengan kondisi penyakit infeksi akut yang ditandai dengan demam menjadi kontraindikasi vaksinasi

4. Penyakit ginjal: penyakit ginjal kronis (PGK) non dialisis, PGK dialisis (hemodialisis dan dialysis peritoneal), Transplantasi Ginjal, Sindroma nefrotik dengan imunosupresan/kortikosteroid

5. Penyakit jantung: Hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner

6. Penyakit-penyakit gastrointestinal

KPK Tahan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes, Satu Orang Tidak Hadir

Pendataan dan skrining pasien dengan komorbid penyakit autoimun termasuk yang merupakan penyakit autoimun di bidang gastrointestinal, seperti penyakit IBD (Kolitis Ulseratif dan Crohn's Disease), Celiac Disease, dalam skrining terdapat pertanyaan terkait gejala gastrointestinal seperti diare kronik (perubahan pola BAB), BAB darah, penurunan berat badan yang signifikan yang tidak dikehendaki.

7. Reumatik Autoimun (autoimun sistemik)

Cara Mengelola Keuangan Setelah Kuliah: 7 Langkah Jitu Menuju Stabilitas Finansial!

Sampai saat ini belum ada data untuk penggunaan vaksin COVID pada pasien reumatik-autoimun. Berdasarkan data vaksin-vaksin yang sebelumnya, untuk jenis vaksin selain live attenuated vaccine, tidak ada kontraindikasi pemberian pada pasien reumatik autoimun. Rekomendasi ini bersifat sementara, dan dapat berubah jika didapatkan bukti baru tentang keamanan dan efektifitas vaksin.

8. Keganasan

Lekas Pulih dari COVID-19, Indonesia Sukses Lalui Pandemi Mencekam

Hipertiroid atau hipotiroid karena autoimun

Penyakit dengan kanker, kelainan hematologi seperti gangguan koagulasi, pasien imunokompromais, pasien dalam terapi aktif kanker, pemakai obat imunosupresan, dan penerima produk darah

Pasien hematologionkologi yang mendapatkan terapi aktif jangka panjang, seperti leukemia granulositik kronis, leukemia limfositik kronis, myeloma multipel, anemia hemolitik autoimun, ITP, dll

Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Ketua Dewan Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI) José Manuel Barroso.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Ketua Dewan Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI), Jose Manuel Barroso berkomitmen untuk melanjutkan kerja sama dengan Indonesia dalam upaya memperkuat imunisa

img_title
VIVA.co.id
7 Desember 2024