Viral Foto Bocah Korban COVID-19 Batuk Darah Hingga Muncrat ke Tembok

Foto pasien COVID-19.
Sumber :
  • The Sun

VIVA – Baru-baru ini sebuah foto pasien anak berusia 13 tahun yang meninggal akibat COVID-19 menjadi sorotan. Dalam foto itu menunjukkan akibat mengerikan dari kematian seorang bocah lelaki bernama Peyton Baumgarth. 

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Peyton Baumgarth, dari St Louis, Missouri, AS, dinyatakan positif COVID-19 dan dirawat di RS Anak Kardinal Glennon SSM. Tetapi, dia meninggal beberapa hari kemudian setelah menderita batuk parah yang memercikkan darah ke seluruh dinding rumah sakit.

Dilansir dari laman World of Buzz, kejadian ini bermula ketika ibunya, Stephanie Franek sebelumnya dinyatakan positif COVID-19 pada 25 Oktober. Setelah itu, dia dan Peyton mulai mengalami gejala ringan dan mengkarantina diri mereka sendiri.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

“Gejalanya tampaknya tidak mengancam jiwa dan kami tidak melakukan banyak hal selain menonton film Netflix,” katanya.

Namun, Stephanie mulai menyadari bahwa Peyton tidak dapat melanjutkan percakapan. Selain itu, kuku tangan dan jari kakinya telah membiru. Dia kemudian membawa sang putra ke rumah sakit. 

Kedekatan Trump dan Putin Bocor, Sering Teleponan hingga Kirim Alat Tes COVID-19

Setibanya di rumah sakit, diketahui bahwa kadar oksigen putranya telah turun hingga hanya 44 persen. Tingkat oksigen darah orang yang sehat adalah antara 95-100 persen, menurut Mayo Clinic.

Peyton saat itu di ruang gawat darurat selama sekitar satu jam sebelum dokter memutuskan bahwa dia perlu dipasang ventilator. Selain itu, Peyton diketahui juga menderita masalah tiroid dan asma, tetapi Stephanie tidak menganggapnya berisiko COVID-19.

The Sun melaporkan bahwa Peyton dirawat dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) di mana darah dikeluarkan sementara dari tubuh untuk memungkinkan oksigenasi buatan sel darah merah dan pembuangan karbon dioksida.

Namun, pada tanggal 31 Oktober, kondisinya tiba-tiba memburuk pada ketika ia mengalami batuk-batuk dan mulai mengalami pendarahan di dadanya.

“Para ahli bedah mencoba untuk mengganti ECMO dan mereka melakukan CPR untuk membantu sirkulasi darahnya karena denyut nadinya sangat lemah dan kadar oksigennya sangat rendah,” kata Stephanie.

Saat dokter mencoba mengganti tabung ECMO di leher Peyton, darah yang terkumpul di dadanya menyembur ke seluruh dinding dengan beberapa tetesan bahkan sampai ke langit-langit.

Stephanie hanya bisa menyaksikan 10 perawat dan empat dokter berjuang selama lebih dari satu jam untuk menyelamatkan nyawa putranya sebelum dia dinyatakan meninggal.

"Saya tidak pernah berpikir ini akan terjadi. Anda tidak pernah mendengar tentang anak-anak yang tertular COVID-19 dan itu sangat serius. Saya syok," kata dia.

Tidak hanya sang putra, Stephanie juga kehilangan saudara perempuannya karena COVID-19 pada 7 Desember, di mana saudara perempuannya juga dipasang ventilator dan menerima ECMO. Stephanie berbagi cerita tentang kematian putranya dengan harapan orang Amerika bisa menanggapi COVID-19 dengan serius.

“Saya berharap orang-orang akan menanggapi COVID-19 dengan lebih serius dan tidak mengatakan itu sebagai agenda politik atau semacam berita palsu atau itu sama dengan flu,” katanya.

"Kami sangat berhati-hati. Jika kami pergi kemana-mana, kami selalu memakai masker dan kami selalu mencuci tangan dan menggunakan pembersih tangan dan kami masih tertular COVID. Hati kami tertuju pada semua penyedia layanan kesehatan yang berjuang melawan ini di garis depan setiap hari," lanjut Stephani.

Virus Corona atau Covid-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Indonesia once faced the challenges of the Covid-19 pandemic. As part of an effort to provide early prevention it, can be done by an app.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2024