Kolom Prof Tjandra Yoga Aditama: Telemedisin dan COVID-19

Guru Besar Paru FKUI & Mantan Direktur Regional WHO SEARO, Profesor Tjandra Yoga Aditama
Sumber :
  • satgas covid-19

VIVA – Dalam masa pandemi COVID-19 ini cukup banyak anggota masyarakat yang menahan diri untuk tidak datang ke klinik atau rumah sakit, karena khawatir tertular penyakit. Di sisi lain, kita ketahui bahwa masalah kesehatan akan selalu ada dan perlu ada jalan keluarnya, antara lain melalui konsultasi dengan petugas kesehatan. Untuk itulah di masa pandemi sekarang ini berkembang pesat penggunaan telemedisin, telehealth dan/ atau eHealth.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Menurut Center of Diseases Control (CDC) Amerika Serikat maka telemedisin ini adalah salah satu cara penggunaan informasi elektronik dan teknologi komunikasi untuk tetap mendapatkan pelayanan kesehatan sambil tetap menerapkan social distancing. CDC menyampaikan beberapa jenis pelayanan yang dapat diberikan melalui telemedisin, yaitu antara lain: 

1. Rekomendasi skrining dan testing COVID-19 serta petunjuk tentang isolasi dan karantina
2. Konsultasi kesehatan umum
3. Permintaan resep, utamanya obat rutin
4. Konsultasi gizi
5. Konsultasi kesehatan mental, dll. 

Pada bulan Agustus 2020 jurnal BMC Public Health menyampaikan hasil penelitian tentang telehealth. Penelitian systematic review menganalisa laporan-laporan ilmiah yang dipublikasi di lima database, yaitu PubMed, Scopus, Embase, Web of Science, dan Science Direct. Hasilnya menyebutkan bahwa telehealth memang bermanfaat untuk meminimilasir risiko penularan COVID-19.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Ada tiga manfaatnya, pertama untuk menghindari kontak fisik langsung, ke dua tetap memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat dan ke tiga tentunya punya andil dalam penurunan angka kesakitan COVID-19. Kesimpulan penelitian ini cukup kuat menyatakan bahwa telehealth adalah modalitas penting pelayanan kesehatan yang juga tetap menjaga keamanan pasien dan petugas kesehatan dalam masa pandemi sekarang ini.

Tulisan di Majalah Science awal November 2020 menjelaskan dua bentuk telemedisin,  synchronous dan asynchronous. Telemedisin synchronous adalah yang berhubungan langsung dan real time, misalnya percakapan telepon dan atau video call antara pasien dan petugas kesehatan. Ini juga bisa terjadi antar petugas kesehatan, misalnya konsultasi dari dokter yang sedang menangani pasien dengan sejawatnya yang spesialis khusus di bidang yang sedang dialami pasien saat itu.

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Sementara itu, telemedisin asynchronous adalah komuinikasi lewat mekanisme tertentu, seperti portal online, chat box dan lain-lain, dan juga memonitor keadaan pasien lewat alat yang dikenakan pasien dan atau mungkin dipasasang dalam bentuk implant, dan lain-lain. Dilaporkan juga bahwa kepuasan pasien pengguna telemedisin adalah cukup baik. Survei pada bulan Mei 2020 pada peserta Medicare di Amerika Serikat mendapatkan bahwa 91 persen pasien pengguna telemedisin menyatakan pengalaman mereka baik dan 78 persen mengatakan akan menggunakannya lagi di waktu mendatang. 

Secara umum kita juga ketahui bahwa penggunaan telemedisin akan menghemat waktu karena tidak ada transportasi ke klinijk dan rumah sakit serta tidak ada wkatu tunggu dokter dll. Juga telemedisin terbukti lebih hemat biaya. Ada pula aspek lain, pasien tidak harus terlihat datang ke rumah sakit, jadi ada pula aspek privasi yang terpelihara.

Di kancah internasional juga sudah terbentuk berbagai organisasi telemedisin, jauh sebelum ada pandemi COVID-19. Ada International Society for Telemedicine & eHealth, dan  beberapa negara juga sudah memiliki organisasi tersendiri, seperti halnya American Telemedicine Association, Canadian Telemedicine Association dan Hong Kong Telemedicine Association. World Health Organization (WHO) pada 2010 menyampaikan definisi temeledisin yang amat luas, “The delivery of health care services, where distance is a critical factor, by all health care professionals using information and communication technologies for the exchange of valid information for diagnosis, treatment and prevention of disease and injuries, research and evaluation, and for the continuing education of health care providers, all in the interests of advancing the health of individuals and their communities”.

Pada 2016 definisi WHO ini sedikit diubah dan disebut sebagai telehealth. Di negara kita telemedisin juga sudah lama berkembang, dan tentu makin banyak dikenal masyarakat luas sejak pandemi COVID-19 ini. Salah satu kegiatan yang baru saja dikerjakan di Indonesia antara lain adalah lokakarya pada 2 dan 3 November 2020 yang lalu tentang akselerasi penggunaan telemedisin berbasis komunitas. Kegiatan yang merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dan Kedutaan Besar Inggris ini bertujuan untuk mendukung Kementerian Kesehatan dalam menyusun berbagai peraturan terkait telemedisin serta mengembangkan sektor ini lebih lanjut dalam rangka menyediakan pelayanan kesehatan yang lebih optimal ke seluruh masyarakat Indonesia. 

Dari kacamata aturan maka di Indonesia antara lain juga sudah ada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No 74 Tahun 2020 yang baru belum terlalu lama diterbitkan. Isinya antara lain: 

(1) Dokter dan Dokter Gigi yang melaksanakan Praktik Kedokteran melalui Telemedicine harus melakukan  penilaian kelaikan pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
(2) Dalam hal pasien tidak dalam kondisi gawat darurat, Dokter dan Dokter Gigi yang menangani wajib menilai kelaikan pasien untuk ditangani melalui Telemedicine.
(3) Dalam hal hasil penilaian ditemukan pasien dalam kondisi gawat darurat, memerlukan tindakan diagnostik, dan/atau terapi, Dokter dan Dokter Gigi harus merujuk pasien ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan disertai dengan informasi yang relevan.

Telemedisin akan terus berkembang, utamanya di masa pandemi COVID-19 dan juga sesudah pandemi ini teratasi kelak. Memang di satu sisi ada berbagai kemudahan, tetapi harus disadari pula ada berbagai tantangan yang perlu dikelola dengan baik. 

Prof Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Paru FKUI. Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Seperti diketahui, saat ini jumlah kasus COVID-19 masih tinggi. Untuk itu selalu patuhi protokol kesehatan dan jangan lupa lakukan 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Jauhi Kerumunan serta Mencuci Tangan Pakai Sabun.

#satgascovid19
#pakaimasker
#jagajarak
#cucitanganpakaisabun
#ingatpesanibu

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya