Indonesia Waspada Diabetes, Jumlah Pasiennya Tertinggi Urutan 7 Dunia
- Pixabay
VIVA – Hari Diabetes Sedunia atau World Diabetes Day (WDD) yang diperingati setiap 14 November lalu selalu menjadi tanda dan sebuah peringatan bahwa dunia belum terbebas dari ancaman dan bahaya diabetes.
Peringatan WDD tahun ini ditujukan untuk mempromosikan peran caregiver, khususnya keluarga dalam manajemen, perawatan, pencegahan dan pendidikan diabetes, serta meningkatkan kesadaran kita akan dampak diabetes.
Hingga 14 Mei 2020, International Diabetes Federation (IDF) melaporkan 463 juta orang dewasa di dunia menyandang diabetes dengan prevalensi global mencapai 9,3 persen. Namun, kondisi yang membahayakan adalah 50,1 persen penyandang diabetes (diabetesi) tidak terdiagnosis.
Ini menjadikan status diabetes sebagai silent killer masih menghantui dunia. Jumlah diabetesi ini diperkirakan meningkat 45 persen atau setara dengan 629 juta pasien per tahun 2045. Bahkan, sebanyak 75 persen pasien diabetes pada tahun 2020 berusia 20-64 tahun.
Lewat rilis yang diterima VIVA, Director of Special Needs & Healthy Lifestyle Nutrition KALBE Nutritionals Tunghadi Indra menegaskan bahwa angka prevalensi diabetes di dunia dan Indonesia yang meningkat, ditambah risiko yang bisa terjadi kepada para diabetesi saat pandemi ini, menunjukkan kalau diabetes perlu perhatian khusus dari semua kalangan.
"Diabetes memang tidak bisa disembuhkan, tetapi manajemennya sangat perlu diperhatikan. Selain itu dukungan dari support system di sekitar diabetesi juga sangat dibutuhkan,” ungkap Tunghadi.
Pada kesempatan yang sama, Executive Committee Member IDF Western Pacific Region (2009-2011 & 2012-2015) Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, Sp.PD, KEMD, FACE, menjelaskan bahwa berdasarkan data IDF, sebanyak 90 persen diabetesi adalah pasien diabetes tipe 2 atau diabetes melitus.
Kenaikan jumlah diabetesi tipe 2 ini didorong oleh kondisi saling mempengaruhi yang kompleks antara pertumbuhan sosio-ekonomi, demografis, lingkungan, dan faktor genetis. Kontributor utama lainnya termasuk arus urbanisasi, populasi penduduk yang menua, berkurangnya aktivitas fisik di tengah masyarakat urban, dan meningkatnya obesitas serta kelebihan berat badan.
Menurut Prof. Sidartawan, tingginya jumlah diabetesi membuat pengendalian diabetes membutuhkan perhatian semua orang dan juga kebijakan nasional dengan pendekatan terintegrasi.
Kehadiran komunitas masyarakat sadar diabetes dan keluarga peduli diabetes dibutuhkan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan masyarakat dalam mengendalikan diabetes. “Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk melaksanakan upaya kesehatan. Upaya yang dapat dilakukan keluarga diabetesi antara lain melakukan perencanaan makan, perencanaan olahraga, pengaturan obat, dan edukasi," ujar Prof Sidartawan.
Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah upaya keluarga dalam mengatur pola makan sehat dan gizi seimbang, serta ajakan berolahraga. Hasil penelitian terkait dukungan keluarga yang positif, mengarah pada kontrol gula darah yang lebih baik (42,2 persen memiliki gula darah yang lebih terkontrol).
Lebih jauh terkait diabetes khususnya di Indonesia, Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD juga memperingatkan bahwa menurut data IDF, Indonesia berstatus waspada diabetes karena menempati urutan ke-7 dari sepuluh negara dengan jumlah pasien diabetes tertinggi, yakni 10,681,400 orang per tahun 2020 dengan prevalensi 6,2 persen.
Angka ini diperkirakan meningkat jadi 16,7 juta pasien per tahun 2045. Dengan data tahun ini, 1 dari 25 penduduk Indonesia atau 10 persen dari penduduk Indonesia mengalami diabetes. “Yang paling banyak di Indonesia adalah kasus diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat. Dan melihat angka yang sangat besar, artinya setiap orang memiliki kerabat, teman, atau bahkan keluarga yang mengalami penyakit diabetes,” ungkapnya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, papar Prof. Suastika, angka prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 10.9 persen yang diprediksi juga akan terus meningkat. Kondisi ini pastinya dapat mempersulit proses pengendalian dan pengelolaan diabetes.
“Siapa pun harus aware dengan kondisi kita. Harus ingat bahwa gejala klasik diabetes yang bisa didiagnosa dari awal adalah banyak minum, banyak kencing, juga berat badan yang turun drastis. Bagi diabetesi, penting untuk mengecek kadar gula darah secara rutin dan melakukan pencegahan, terlebih saat pandemi COVID-19 sekarang ini. Diabetes adalah salah satu komorbid atau penyakit penyerta yang banyak ditemukan pada pasien virus COVID-19 tepatnya di peringkat kedua yaitu sebanyak 34,4 persen kasus di Indonesia,” jelasnya.