Segera Diluncurkan, Mutu Vaksin COVID-19 Dijamin BPOM

Ilustrasi Vaksin COVID-19.
Sumber :
  • Dok. KPC-PEN

VIVA – Mendukung upaya pemerintah dalam mempersiapkan vaksin virus corona atau COVID-19 di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengungkapkan tiga hal paling prioritas dalam vaksin, yaitu keamanan, khasiat, dan mutu

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Sebagai bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), langkah prioritas terkait vaksin COVID-19 dan rencana vaksinasi ini menjadi upaya penting BPOM dalam menjaga asas kehati-hatian, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.

"Sebagai lembaga pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah-langkah strategis dalam pengawalan penyediaan vaksin dengan tetap mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," ujar Dra. Togi J. Hutadjulu Apt. MHA, Plt., Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif Badan POM., dalam keterangan tertulis, Selasa 10 November 2020. 

Bio Farma Raih Kontrak Ekspor Vaksin Rp 1,4 Triliun, Erick Thohir Dorong Produksi

Badan POM menambahkan, vaksin COVID-19 harus melalui tahap penelitian yang baik dan benar, sebelum dinyatakan siap dan aman untuk diberikan kepada masyarakat. Secara umum, Badan POM menerapkan standar ketat dalam izin penggunaan vaksin, antara lain:

- Proses uji klinik atau uji kepada manusia sebagai pembuktian keamanan, khasiat dan mutunya.
- Mutu produk harus dijamin melalui evaluasi persyaratan mutu.
- Pembuatan vaksin harus sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Vaksin HFMD Sudah Ada, Berapa Efikasinya untuk Cegah HFMD atau Flu Singapura?

Uji Klinik Jadi Dasar EUA
Dalam kondisi tertentu, izin penggunaan vaksin bisa berupa Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization/EUA). EUA adalah mekanisme registrasi khusus saat kondisi darurat seperti pandemi COVID-19 yang tetap mengacu pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

"Pengambilan keputusan atas pemberian Persetujuan Penggunaan Darurat harus dilakukan dengan pertimbangan bahwa kemanfaatan lebih tinggi daripada risikonya," tegas Togi.

Lebih lanjut Badan POM mengatakan, EUA dapat memberikan fleksibilitas tertentu.

"Jadi, misalnya, untuk keamanan, kami bisa menerima hasil uji klinik fase satu dan dua. Sedangkan untuk khasiatnya, selain mendapatkan data kekebalan tubuh yang diproduksi setelah pemberian vaksin, kami bisa menerima data dari hasil laporan interim selama tiga bulan. Tentunya, uji klinik diharapkan akan terus berlangsung sehingga Badan POM selalu dapat melakukan pengawalan," kata dia. 

Berdasarkan data WHO per-19 Oktober 2020, terdapat 154 kandidat vaksin yang tengah berada dalam tahap uji praklinik dan 44 kandidat vaksin COVID-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik. Uji klinik adalah pengujian khasiat obat baru pada manusia. 

Sebelum tahap ini, obat telah melalui uji praklinik atau pengujian pada binatang. Uji klinik dilakukan demi memastikan efektivitas, keamanan, dan gambaran efek samping yang mungkin timbul pada manusia.

Sejumlah kandidat vaksin COVID-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik fase ketiga, termasuk yang dikembangkan oleh Sinopharm, Sinovac Biotech, AstraZeneca dan Universitas Oxford, Novavax, Moderna, Pfizer dan BioNTech, serta Gamaleya Research Institute. 

"Indonesia sedang melakukan uji klinik vaksin COVID-19 yang dikembangkan Sinovac. Hasil sementara atau interim untuk jangka tiga bulan akan selesai pada akhir tahun, dan laporannya akan diberikan kepada Badan POM pada awal Januari 2021. Uji klinik ini juga sudah lebih dulu dilakukan di Brasil," tuturnya. 

Dalam proses pendistribusian vaksin COVID-19 kelak, Badan POM secara berkesinambungan mengawasi rantai distribusi demi memastikan mutu vaksin. 

"Setelah proses pemberian vaksin dilaksanakan, Badan POM terus melakukan pengawasan terhadap aspek keamanan melalui program kegiatan pemantauan efek samping atau yang dikenal dengan farmakovigilans," ujarnya. 

Supaya proses pengawasan bisa maksimal, Badan POM mengharapkan kerja sama dan partisipasi dari seluruh tenaga kesehatan di lapangan dan industri farmasi. Menurut Togi, tenaga kesehatan dapat memantau dan melaporkan kemungkinan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) yang dialami masyarakat setelah menerima vaksin. 

"Apabila terjadi peningkatan frekuensi efek samping, Badan POM berhak meninjau kembali aspek khasiat dan keamanan vaksin. Hasil pemantauan ini lalu dikaji bersama para ahli di bidangnya," sambungnya. 

Pemerintah memastikan pemberian izin edar vaksin telah melalui serangkaian riset dan uji yang komprehensif. Dengan memprioritaskan asas kehati-hatian, vaksin benar-benar diupayakan agar memberikan khasiat sebesar-besarnya untuk masyarakat luas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya