Gawat, Pandemi Diprediksi Picu Ancaman Kurang Gizi
- vstory
VIVA – Guru Besar Universitas Lampung & Tim Pakar IRN, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MS., menegaskan bahwa ada bahaya hidden hunger di masa pandemi COVID-19. Ia menjelaskan, hidden hunger merupakan bentuk kekurangan gizi mikro berupa defisiensi zat besi, yodium, asam folat, vitamin A dan beberapa jenis vitamin B yang tersembunyi.
Gejala hidden hunger (kelaparan tersembunyi) tak bisa dilihat namun membuat individu mudah sakit, sehingga disebut sebagai penyakit tersembunyi. Mirisnya, kondisi ini merupakan salah satu pemicu tingginya angka kematian ibu dan anak, penyakit akibat infeksi, rendahnya kecerdasan anak serta dapat menurunkan produktivitas kerja.
Pada ibu hamil, dampak dari hidden hunger bisa menurun kepada anaknya seperti mengalami kekurangan gizi dan terhambat pertumbuhan (stunting).
Senada, Tim panelis Indofood Riset Nugraha (IRN) Dr. Widjaya Lukito, SpGK., PhD mengatakan agar masyarakat tidak terlalu berpatokan dengan vaksin COVID-19 sebagai kunci penanganan wabah.
Baca juga: Fokus pada Citra Diri, Banyak Remaja Terancam Kurang Gizi
Menurutnya, alternatif terbaik adalah dengan pendekatan pangan dan gizi untuk menghadapi pandemi, karena itulah yang kita konsumsi sehari-hari.
“COVID-19 menjadi momentum terbaik untuk membangun kesadaran konsumsi pangan bergizi dan diversifikasi pangan lokal. Pendekatan pangan dan gizi tampaknya lebih baik untuk tangani masalah pandemi,” tutur Widjaya dalam acara virtual dengan tema “Covid-19 & Sistem Pangan Berkelanjutan : Dampak, Tantangan & Peluang Bagi Industri Pangan” yang dihelat Indofood Sukses Makmur, beberapa waktu lalu.
Menurut Prof Bustanul, anak milenial bisa berkontribusi pada ketahanan pangan dengan melakukan digital farming. “Mereka pakai jari, bisa hubungkan antara petani dengan konsumen secara digital dan meningkatkan nilai pangan lokal," ujar Prof Bustanul.
Sejalan dengan itu, Ketua Program IRN dan Direktur PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Suaimi Suriady mengatakan, bagi milenial yang akrab dengan teknologi, memanfaatkan kecanggihan teknologi menjadi salah satu pilihan yang efektif, mengingat adanya pembatasan sosial selama pandemi.
Namun, diakuinya, melakukan penelitian di masa pandemi menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikan sarjananya.
"Kita perlu terus menumbuhkan minat riset di kalangan generasi muda. Terlebih dengan adanya ancaman krisis pangan global akibat pandemi dan perubahan iklim, kita perlu terus menggali potensi sumber pangan yang kita miliki dan melahirkan inovasi-inovasi di bidang pangan guna memperkuat sistem pangan nasional," tuturnya.
Di periode IRN kali ini, jumlah proposal penelitian yang diterima mencapai 296 proposal. Setelah melalui tahap seleksi, Tim Pakar menetapkan 60 proposal yang berhak menerima bantuan dana riset.
"Kami berharap, teman-teman mahasiswa dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Karena tidak hanya memperoleh bantuan dana, mereka juga akan mengikuti pelatihan, coaching clinic serta mendapatkan bimbingan dan pendampingan oleh pakar-pakar yang sudah dikenal baik di Indonesia maupun di tingkat global," tegasnya.