Siap Akhir Tahun, MUI Kaji 3 Faktor Halal Vaksin COVID-19

Dua kandidat vaksin COVID-19 buatan Sinopharm dan Sinovac.
Sumber :
  • (ANTARA/HO-GT)

VIVA – Pemerintah mencatat sebanyak 9,1 juta vaksin akan tersedia hingga akhir 2020. Adapun kepastian mengenai waktu ketersediannya, bergantung pada Emergency Use Authorization (EUA) yang dikeluarkan oleh BPOM serta rekomendasi kehalalan dari MUI dan Kemenag.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Disebutkan Dirjen P2P Achmad Yurianto, Kemenkes bersama KemenBUMN, Kemenko Marinvest, Kemenag, BPOM, MUI, dan Biofarma bertemu beberapa produsen di China yang sudah selesai melakukan uji klinis fase 3 dan telah digunakan di negaranya. Tujuannya untuk mencari keamanan dan kehalalan bagi penduduk Indonesia.

"Semuanya direncanakan selesai akhir Oktober, diharapkan awal November dapat kepastian terminologi manfaat dan akibat dari BPOM serta keamanan dari aspek kehalalan dari Kemenag dan MUI," tutur Yuri, dalam acara virtual bersama Kemenkes RI bertajuk 'Update Persiapan vaksin COVID-19 di Indonesia', beberapa waktu lalu.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Baca juga: Pemerintah Siapkan 9,1 Juta Vaksin COVID-19 Akhir November

Tiga Faktor Kehalalan Vaksin

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Wakil Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa sejak awal MUI telah dilibatkan dalam persiapan penggunaan vaksin COVID-19 di Indonesia termasuk Vaksin Merah Putih. Ia menilai langkah tersebut merupakan komitmen kuat pemerintah untuk memastikan sejak awal bahwa vaksin COVID-19 terjamin kehalalannya.

Pihaknya menyebutkan, setidaknya ada 3 hal penting yang harus diperhatikan untuk menentukan bahwa suatu produk dinyatakan halal. Pertama, ketelusuran (traceability) yakni untuk mengetahui apakah produk memakai bahan-bahan yang halal dan diproduksi dengan fasilitas yang terbebas dari kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak halal.

Kedua, harus memiliki sistem jaminan halal yakni perusahaan harus memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan bahan, proses, fasilitas, dan prosedur yang memastikan bahwa produk yang di produksi terjamin kehalalannya. Kemudian yang ketiga, otentikasi yang dibuktikan dengan uji laboratorium untuk tidak ada kontaminasi maupun kepalsuan, sehingga dapat dibuktikan kehalalannya.

Menunggu bukti inspeksi

Terkait dengan proses sertifikasi halal vaksin COVID-19, Muti menyebutkan, saat ini LPPOM masih menunggu hasil indentifikasi tim yang saat ini berada di Tiongkok, untuk selanjutnya menjadi pertimbangan apakah terbukti halal atau tidak.

“Kami masih menunggu tim yang saat ini di Tiongkok. Setelah hasilnya diperoleh, baru kemudian bisa dinilai apakah memang semua persyaratan bisa dipenuhi oleh industri vaksin tersebut,” terangnya.

EUA tanda aman untuk masyarakat

Dengan sejumlah pertimbangan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen vaksin, maka keluarnya EUA dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI dan Kemenag menandai bahwa produk tersebut dipastikan aman dari segi kehalalan serta tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.

Baca juga: Ini Berbagai Kemungkinan Saat Vaksin COVID-19 Tersedia

“Efek samping ini tidak ada ya, tetapi kita tetap meminta data sharing dari vaksin tersebut. Kita juga telah membentuk tim untuk melakukan evaluasi dari pasca vaksinasi. Ini sudah menjadi SOP global,” kata Yuri.

Seperti diketahui, jumlah kasus COVID-19 saat ini masih tinggi. Untuk itu, cara yang paling efektif dilakukan untuk mencegah penularan yaitu dengan mematuhi protokol kesehatan dan selalu melakukan 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan jauhi kerumunan serta Mencuci Tangan Pakai Sabun.

#ingatpesanibu
#satgascovid19
#pakaimasker
#cucitanganpakaisabun
#jagajarak

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya