Sedih Banyak Nakes Gugur, Ini Permohonan IDI untuk Masyarakat
- VIVAnews/Muhammad AR
VIVA – Duka dan kekhawatiran terus menyelimuti para tenaga medis Indonesia. Pekan ini, empat orang dokter meninggal dunia akibat COVID-19. Dalam waktu dua pekan Oktober, sudah ada 9 dokter meninggal dunia dengan total 136 dokter wafat akibat COVID-19.
Para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 71 dokter umum (4 guru besar), dan 63 dokter spesialis (5 guru besar), serta 2 residen yang berasal dari 18 IDI Wilayah (provinsi) dan 66 IDI Cabang (Kota atau Kabupaten).
Berdasarkan data provinsi, Jawa Timur 32 dokter, Sumatra Utara 23 dokter, DKI Jakarta 19 dokter, Jawa Barat 12 dokter, Jawa Tengah 9 dokter, Sulawesi Selatan 6 dokter, Bali 5 dokter, Sumatra Selatan 4 dokter, Kalimantan Selatan 4 dokter, DI Aceh 4 dokter, Kalimantan Timur 3 dokter, Riau 4 dokter, Kepulauan Riau 2 dokter, DI Yogyakarta 2 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter, Sulawesi Utara 2 dokter, Banten 2 dokter, dan Papua Barat 1 dokter.
Baca Juga: Hari Cuci Tangan Sedunia Jadi Momen Pas Lawan COVID-19
Wakil Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Dr Ari Kusuma Januarto, SpOG(K), mengatakan berbulan-bulan setelah pandemi, kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan masih terjadi dengan angka kematian yang semakin mengkhawatirkan.
"Sudah ratusan tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia meninggal dalam tugas pelayanan yang terpapar COVID-19. Ini adalah situasi krisis dalam pelayanan kesehatan saat ini," ujarnya lewat keterangan tertulis, Kamis 15 Oktober 2020.
Ari menambahkan, setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan memiliki hak untuk merasa aman di tempat kerjanya. Harus ada kerjasama menyeluruh baik dari pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan, sehingga para tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat melanjutkan pekerjaan penting mereka tanpa mempertaruhkan nyawa mereka sendiri.
"Tidak hanya masyarakat, namun kami juga menginginkan pandemi ini cepat berlalu. Situasi ini tidak akan pernah selesai apabila tidak ada kerjasama penuh dari masyarakat sebagai garda terdepan," lanjut dia.
Mengeluhkan hal yang sama, Ketua Tim Pedoman dan Protokol Kesehatan dari Tim Mitigasi PB IDI, Dr dr Eka Ginanjar, SpPD-KKV, mengatakan banyak masyarakat terlihat masih setengah hati dalam menjalankan protokol kesehatan.
"Misalnya dengan memasang masker di bawah dagu, berkumpul tanpa mengenakan masker, jarang mencuci tangan, abai berganti pakaian setelah beraktivitas di luar rumah, dan masih banyak lagi," kata dia.
Menurut Eka, saat ini yang harus diwaspadai adalah orang yang terinfeksi COVID-19 tetapi tidak bergejala atau hanya bergejala ringan. Orang yang merasa baik-baik saja padahal sebenarnya membawa virus ini, biasanya belum pernah melakukan testing COVID-19, kemudian melakukan aktivitas di luar rumah dengan mengabaikan protokol kesehatan, lalu menularkannya pada orang lain yang rentan.
"Sementara bagi orang yang mengalami gejala seperti flu walaupun hanya ringan, janganlah meremehkan hal ini. Hindari keluar rumah ataupun berkumpul dan segera lakukan testing. Dalam banyak hal, orang-orang masih sulit mempercayai keberadaan COVID-19 saat ini," imbuhnya.
Lebih lanjut Eka mengatakan, virus ini telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Virus ini juga telah mengambil banyak nyawa dengan cepat yang menyebabkan hal ini disebut pandemi.
"Perlu diketahui walaupun sebagian besar tanpa gejala atau gejala ringan, tetapi ketika menginfeksi tubuh bisa menimbulkan reaksi badai peradangan yang bisa menimbulkan kondisi berat hingga kematian," tuturnya.
"Virus ini tidak bisa terbang pindah sendiri tetapi manusialah yang membawanya ke mana-mana. Dan hingga vaksin yang efektif dan aman ditemukan, maka tidak ada pencegahan yang lebih baik daripada protokol kesehatan. Bukan hanya untuk keselamatan Anda sendiri, tetapi juga untuk orang di sekitar Anda, orang-orang yang Anda sayangi, kerabat, teman kerja dan masyarakat secara luas," tutup dr Eka Ginanjar.