BPOM Beri Izin Edar Darurat Obat COVID-19 Favipiravir

Ilustrasi vitamin/obat.
Sumber :
  • Freepik/topntp26

VIVA – Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM RI kembali memberi izin edar pada obat COVID-19 bernama Favipiravir. Izin edar tersebut dalam bentuk darurat sehingga hanya didistribusikan ke rumah sakit yang menangani pasien COVID-19.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Saat ini telah ditemukan beberapa obat yang terbukti melalui uji klinik menunjukkan manfaatnya dalam menyembuhkan pasien virus corona, yaitu Favipiravir untuk pasien derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit.

Baca Juga: Siap Edar, Remdesivir Tetap Diuji Klinis pada Pasien COVID-19

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Sejak 3 September 2020, BPOM telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) Favipiravir kepada Industri Farmasi PT. Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan dan kepada PT. Kimia Farma Tbk. yang saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia.

Sementara, obat Remdesivir untuk pasien derajat berat yang dirawat di rumah sakit juga telah diberikan EUA sejak tanggal 19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica.

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Ilustrasi vitamin/obat.

EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam  hal ini pandemi COVID-19. Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, Badan POM terus melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana pelayanan kefarmasian.

"Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19 oleh para dokter sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik,” ucap Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, dikutip dari keterangan tertulis BPOM Selasa, 6 Oktober 2020.

“Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien COVID-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan COVID-19," lanjutnya.

Lebih lanjut, pengawasan dapat dilakukan melalui evaluasi pelaporan realisasi importasi, produksi dan distribusi obat yang disampaikan kepada BPOM.

Selain itu, BPOM juga mewajibkan industri farmasi selaku pemilik EUA untuk menjamin mutu obat, melakukan uji klinik di Indonesia untuk memastikan khasiat dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang harus disampaikan kepada BPOM.

"Semoga para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan Farmakovigilans," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya