Yopie Latul Meninggal Dunia, Ini 3 Fakta Usia Tua Rentan Idap Corona

Yopie Latul
Sumber :
  • Instagram

VIVA – Kabar duka menyelimuti dunia hiburan di tengah pandemi COVID-19. Pelantun 'Poco-Poco' Yopie Latul meninggal dunia. Sebelum meninggal, Yopie dinyatakan positif terinfeksi virus corona jenis baru atau COVID-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Kabar tersebut disampaikan oleh putranya, Carllo alias Rio melalui fitur Instagram Story. Rio menegaskan, ayahnya sempat didiagnosis sebagai Orang Tanpa Gejala atau OTG sebelum meregang nyawa.

"Saya Carllo (Rio) Latul atas nama keluarga mau memberitahu bahwa benar, Ayah kami yang bernama Yopie Latul dinyatakan POSITIF CORONA dengan diagnosa OTG (Orang Tanpa Gejala)," tulis Rio.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Baca Juga: Penyanyi Yopie Latul Meninggal Dunia, Sempat Didiagnosa COVID-19

Lantas, apa saja fakta mengenai COVID-19 pada pasien usia lanjut? Berikut rangkumannya dikutip dari berbagai sumber.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Risiko kematian lebih tinggi

Para peneliti mengumumkan perkiraan paling komprehensif tentang peningkatan risiko penyakit serius dan kematian pada orang lanjut usia akibat virus corona baru. COVID-19 membunuh sekitar 13,4 persen pasien berusia 80 tahun ke atas, dibandingkan dengan 1,25 persen pada mereka yang berusia 50-an dan 0,3 persen dari mereka yang berusia 40-an.

Perbedaan paling tajam terjadi pada usia 70 tahun. Di mana, 4 persen pasien berusia 60-an meninggal, lebih dari dua kali lipatnya, atau 8,6 persen dari mereka yang berusia 70-an meninggal.

Imunitas makin rendah

Perkiraan baru datang ketika para ilmuwan berusaha keras untuk mencari tahu alasan yang mendasari kerentanan orang tua yang lebih besar terhadap virus, dan, khususnya, mengapa beberapa meningkatkan respons kekebalan yang lebih kuat daripada yang lain.

Penjelasan untuk risiko yang umumnya meningkat pada orang tua, tetapi juga untuk fakta bahwa COVID-19 membunuh banyak orang yang lebih muda bahkan saat beberapa lansia bertahan, terletak pada pemahaman yang berkembang tentang "imunosenescence." Ahli imunologi telah mengidentifikasi beberapa cara spesifik sistem kekebalan berubah seiring bertambahnya usia, memungkinkan mereka melampaui pernyataan sederhana bahwa sistem kekebalan melemah.

“Orang tua tidak begitu pandai bereaksi terhadap mikroorganisme yang belum pernah mereka temui sebelumnya,” kata dokter dan ahli imunobiologi Janko Nikolich-Zugich dari Fakultas Kedokteran Universitas Arizona.

Dia menyebutnya "senja kekebalan." Dengan bertambahnya usia, tubuh memiliki lebih sedikit sel T, yang memproduksi bahan kimia pelawan virus. Lebih sedikit "sel T naif" berarti lebih sedikit yang dapat digunakan untuk melawan mikroba yang belum pernah terlihat sebelumnya.

"Kami hanya memiliki lebih sedikit tentara yang berurusan dengan penyerang yang belum pernah kami alami sebelumnya, seperti virus korona baru," kata Nikolich-Zugich.

Respons tubuh berlebihan

Seakan usia tua tidak cukup kejam, ini membawa satu perubahan lagi pada sistem kekebalan yakni memperlambat kecepatan sel pembunuh alami. Selain itu, tubuh akan merespons seolah menyerahkan pertahanan untuk mengaktifkan sel T dan sel B. 

“Tanggapan awal ini tetap berlebihan,” kata Nikolich-Zugich. 

Inti dari respons itu adalah kumpulan molekul inflamasi yang disebut badai sitokin. Peradangan itu lalu menyerang paru-paru dan menyebabkan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), penyebab umum kematian COVID-19.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya