Oksimeter Denyut Efektif Deteksi Happy Hypoxia COVID-19, Ini Faktanya

Ilustrasi virus corona.
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, dr. Erlina Burhan, menjelaskan bahwa happy hypoxia baru teridentifikasi sebagai salah satu gejala penyakit virus corona jenis baru. Disebut-sebut, dengan gejala baru ini, masyarakat harus memiliki apulse oximeter (perangkat medis yang telah menyelamatkan jutaan nyawa). Benarkah?

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Pada kondisi happy hypoxia, kadar oksigen pasien sudah menurun namun tanpa gejala apapun seperti sesak nafas atau tanda lainnya. Lantaran tak ada gejala yang terasa, para pasien biasanya masih bisa menjalani aktivitas seperti sedia kala. Dengan begitu, kondisi pasien terlihat baik-baik saja dan 'happy'.

"Pasiennya tidak sesak, tidak kelihatan sesak jadi katanya happy-happy saja, nonton TV, masih nge-Zoom, tapi sebetulnya sudah terjadi hypoxia atau kekurangan oksigen," kata dokter Erlina dalam talkshow virtual bersama Kementerian Kesehatan RI, beberapa waktu lalu. Lalu, bagaimana bisa virus COVID-19 menyebabkan kadar oksigen dalam darah turun? Simak terus artikel ini ya!

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Baca Juga: Happy Hypoxia Gejala Baru COVID-19, Ini Kata Peneliti

COVID-19 dapat menyebabkan kadar oksigen darah turun drastis dan menghasilkan pneumonia sedang hingga berat sebelum gejala normal pneumonia seperti sesak napas dan nyeri dada terjadi. Ini menyebabkan beberapa pasien COVID-19 menjadi sakit parah tanpa menyadarinya.

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Saturasi oksigen normal untuk kebanyakan orang adalah 94-100 persen, tetapi dokter UGD melaporkan bahwa sebagian besar pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki saturasi oksigen yang sangat rendah. Beberapa pasien COVID-19, dengan tingkat oksigen yang sangat rendah namun masih beraktivitas biasa.

Pada saat beberapa orang benar-benar mengalami kesulitan bernapas, paru-paru mereka telah rusak parah sehingga mereka harus segera menggunakan ventilator. Begitu banyak kerusakan yang tanpa disadari dapat terjadi sehingga beberapa pasien COVID-19 meninggal tak lama setelah mengalami sesak napas. CDC memperingatkan bahwa siapa pun dengan bibir atau wajah kebiruan harus segera mendapatkan perhatian medis. Lalu seperti apa penanganan lanjutannya?

Baca Juga: Hore, Paru-paru Pasien COVID-19 Bisa Membaik Usai Sembuh Total

Dokter UGD menegaskan bahwa sebagian besar kerusakan yang terkait dengan epidemi "silent hypoxia" dapat dicegah jika orang dengan COVID-19 dapat dilihat sebelum pneumonia menjadi parah. Untungnya, ada cara yang murah dan mudah untuk melakukannya, ini disebut oksimeter denyut atau pulse oximeter yang dapat dibeli hanya dengan $30 atau sekitar Rp400 ribu

"Itu memerlukan pendeteksian silent hypoxia sejak dini melalui perangkat medis umum yang dapat dibeli tanpa resep di sebagian besar apotek: oksimeter denyut," kata dokter UGD tersebut dikutip dari laman Health Rising.

Skrining oksimetri nadi yang luas untuk pneumonia COVID-19 agar mendeteksi dini untuk jenis masalah pernapasan yang terkait dengan fenomena ini. Alat itu bisa dipakai di mana pun termasuk di rumah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya