Tak Cuma Infeksi COVID-19, Tenaga Kesehatan Alami Kelelahan Mental

Sejumlah tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri lengkap saat jam pertukaran shift di rumah sakit rujukan COVID-19 RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (13/7/2020).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fauzan

VIVA – Pandemi COVID-19 di Indonesia mengakibatkan peningkatan beban yang sangat berat terhadap sistem pelayanan kesehatan di Tanah Air, termasuk pada tenaga kesehatan. Tercatat sudah lebih dari 100 Dokter dan ratusan tenaga medis lain meninggal dunia karena terinfeksi COVID-19 pada saat menjalankan tugas pelayanan kesehatan.

Risiko yang paling kasat mata adalah aspek keselamatan tenaga kesehatan terutama di lini terdepan, yang sangat rentan terpapar virus COVID-19 hingga berisiko mengancam keselamatan jiwa. Selain aspek keselamatan dan perlindungan dari infeksi, risiko lain yang juga sangat berpotensi mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas pelayanan medis tenaga kesehatan kita adalah aspek kesehatan mental termasuk risiko burnout syndrome atau keletihan mental. 

Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan ternyata sebanyak 83 persen tenaga kesehatan di Indonesia telah mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat yang secara psikologis sudah berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.

Baca juga: Thermo Gun Bisa Rusak Kulit Dahi, Benarkah?

Menurut Ketua Tim Peneliti Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOK, penelitian ini juga menemukan fakta bahwa Dokter Umum di Indonesia yang menjalankan Tugas Pelayanan Medis di garda terdepan selama Masa Pandemi COVID-19 memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami burnout syndrome.

"Tingginya risiko menderita burnout syndrome akibat pajanan stres yang luar biasa berat di fasilitas kesehatan selama pandemik ini dapat mengakibatkan efek jangka panjang terhadap kualitas pelayanan medis karena para tenaga kesehatan ini bisa merasa depresi, kelelahan ekstrem bahkan merasa kurang kompeten dalam menjalankan tugas, dan ini tentu berdampak kurang baik bagi upaya kita memerangi COVID-19," ujar dokter Dewi, dalam talkshow virtual bersama FKUI, Jumat 4 September 2020.

Dokter yang menangani pasien COVID-19, baik dokter umum maupun spesialis, berisiko 2 kali lebih besar mengalami keletihan emosi dan kehilangan empati dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien COVID-19. Serta, Masih ada tenaga kesehatan (2 persen) yang tidak mendapatkan alat pelindung diri (APD) dari fasilitas kesehatannya.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB menyatakan bahwa penelitian ini merupakan salah satu bentuk kontribusi dari FKUI untuk pemerintah dalam hal membantu mengidentifikasi potensi risiko masalah kesehatan pada tenaga medis di Indonesia di masa pandemi.

KPK Tahan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes, Satu Orang Tidak Hadir

Baca juga: Mutasi Virus Corona D614G Lebih Ganas, Indonesia Ngebut Buat Vaksin

"Berbagai temuan dari penelitian ini bisa menjadi sumber rekomendasi untuk strategi intervensi proteksi dan peningkatan kualitas kesehatan tenaga medis Indonesia agar maksimal dalam menjalankan tugas pelayanan medis tetapi juga tetap sehat," kata Prof. Ari.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19
Ilustrasi perawat/suster/caregiver.

Jerman Krisis Tenaga Kerja Sektor Perawatan Kesehatan

Sektor perawatan kesehatan Jerman menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil yang paling parah dari semua industri yang ada.

img_title
VIVA.co.id
17 November 2024