Awas, Begini Modus Predator Seksual Anak di Dunia Maya
VIVA – Istilah grooming online sepertinya masih belum dipahami oleh banyak orang. Padahal, kondisi ini perlu dipahami lantaran dapat memicu kekerasan, eksploitasi maupun pelecehan seksual pada anak.
Melansir laman The Sun, Selasa, 25 Agustus 2020, grooming online adalah saat seseorang membangun hubungan emosional dengan seorang anak dengan tujuan untuk mendapatkan kepercayaan mereka demi tujuan kekerasan atau eksploitasi seksual. Para pelaku bisa dari orang asing atau seseorang yang sudah mereka kenal dan dilakukan secara online.
Baca Juga: Atta Halilintar Blak-blakan 2 Kali Alami Pelecehan Seksual
Manajer Program ECPAT Indonesia Andy Ardian, tahapan grooming online berawal saat pelaku mulai mengajak komunikasi secara rahasia. Kata kuncinya, tidak boleh menyebar diskusi mereka ke orang lain.
"Mulai ajak pertemuan online secara rahasia, bicara hal-hal sensitif. Jika sudah bisa eksploitasi anak seperti ini, pelaku mulai minta anak untuk melakukan aktivitas seksual atau konten-konten seksual dari gambar atau video," kata Andy dalam bincang virtual yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Selasa 25 Agustus 2020.
Salah satu modus oleh pelaku di dunia maya biasanya berpura-pura sebagai anggota dari agensi. Di situ, pelaku bisa meminta anak untuk mengirim foto dirinya agar bisa diorbitkan jadi bintang atau artis terkenal.
"Bisa menyamar jadi agensi yang bilang mau orbitkan jadi artis. Dia minta foto tubuhnya dengan modus sebagai syarat jadi model atau artis. Lalu nantinya saat sudah percaya, bisa diajak bertemu langsung," kata Andy.
Tak hanya itu, penyamaran profesi dokter pun dilakoni demi membuat anak-anak mudah percaya. Profesi pelatih olahraga juga kerap dilakukan agar bisa membujuk anak mengirim video tubuhnya.
"Menyamar jadi dokter untuk bisa bujuk dengan pura-pura menawarkan konsultasi gratis, atau pelatih olahraga yang bilang mau kasih saran untuk latih kelenturan tubuh," paparnya.
Jika sudah terlibat lebih jauh, lanjut dia, dokumentasi tersebut bisa dipublikasikan di media sosial atau diperjualbelikan pada pihak tertentu. Untuk itu, para orangtua harus bijak dalam memberi kebebasan berselancar di internet pada anak, khususnya yang baru beranjak remaja.
"Bisa diminta melakukan aktivitas lewat foto atau video. Kalau sudah terlibat secara seksual jadi bisa masuk konteks memeras. Ini yang perlu diperhatikan orangtua," terangnya.