Jangan Asal Percaya, Belum Ada Obat untuk Sembuhkan COVID-19
- Freepik/freepik
VIVA – Ketakutan masyarakat terhadap virus corona dan keinginan agar pandemi ini cepat berakhir, membuat beberapa pihak menempuh cara sendiri-sendiri dengan membuat obat herbal yang diklaim dapat mengobati virus yang berasal dari China itu.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berharap masyarakat dapat meningkatkan literasi terhadap produk obat, jamu tradisional dan herbal. Dengan begitu, masyarakat bisa mengerti bahwa apa yang diiklankan belum tentu benar.
Baca juga: Batuk Jadi Gejala Utama COVID-19, Begini Cara Ampuh Mengobatinya
Tulus mengkhawatirkan efek yang ditimbulkan dari klaim obat tersebut jika belum terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Terlebih mengenai bahan-bahan yang digunakan, ditakutkan ada kombinasi dengan bahan kimia.
"Kita khawatir itu dicampur oleh bahan kimia. Sehingga sebenarnya yang menyembuhkan seolah-olah bukan karena herbalnya itu tapi karena dicampur dengan obat kimia. Ini yang justru dapat membahayakan dari sisi keselamatan," ujarnya saat virtual press conference Menyikapi Maraknya Klaim Obat COVID-19 Melalui Media Sosial.
Untuk itu, Tulus meminta pada masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap klaim-klaim obat yang dapat menyembuhkan COVID-19. Karena faktanya, hingga kini negara manapun masih belum ada yang menemukan obat untuk virus tersebut.
"Vaksin sudah dalam proses mudah-mudahan akhir tahun ini uji klinisnya bisa berhasil dan kita bisa terlindungi. Dan, nasional juga belum ada satupun Badan POM yang mengeluarkan obat itu. Kalaupun ada, kita monitor itu baru sekadar meningkatkan imunitas dan bukan menyembuhkan," tegas Tulus.
Karena marak klaim-klaim obat penyembuh di media sosial, Tulus meminta agar Badan POM dapat bersinergi secara masif dengan platform-platform digital yang memasarkan obat tersebut ataupun lewat Kominfo.
"Supaya iklan-iklan yang liar bisa langsung di-take down. Kita harus melindungi konsumen dari klaim-klaim yang abal-abal. Klaim-klaim yang bisa membahayakan kita semua," kata Tulus Abadi.