Ahli: Kematian Tenaga Medis Akibat COVID-19 Tergolong Memprihatinkan

Ilustrasi dokter/rumah sakit.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Peneliti Kopidprotection FK Universitas Islam Bandung (UNISBA), Dr Maya Tejasari, dr., M.Kes., menyebut angka kematian tenaga medis akibat virus corona atau COVID-19 di Indonesia tergolong memprihatinkan. 

Bertemu PM India Narendra Modi, Prabowo Cerita RI Kekurangan Tenaga Medis

Tercatat, berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per tanggal 12 Juli 2020, setidaknya ada 61 dokter meninggal dunia. Sedangkan menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), 39 perawat juga telah meninggal akibat COVID-19. 

Menurut dokter Maya, ada dua faktor kemungkinan yang menjadi penyebab tenaga medis berguguran, apakah karena faktor biosafety pada saat pemeriksaan, ataupun pada saat pengambilan prosedur untuk spesimen. 

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

"Kalau memang masalahnya di biosafety, kita harus meninjau, karena risiko transmisi dari pasien kepada tenaga kesehatan sangat tinggi. Begitupun dengan kontak antara pasien dengan dokter juga sangat dekat," ujarnya saat webinar Innovation & Synergy for Global Health Security and Pandemic bersama Shafira Corporation (Shafco), Sabtu, 25 Juli 2020. 

Apalagi menurut Maya, jika sebelumnya ada istilah Orang Tanpa Gejala (OTG), kini ada kategori baru, yaitu orang-orang tanpa gejala yang tidak menyadari dirinya membawa virus. Sehingga, saat dirinya bertemu dengan dokter, orang tersebut akan menularkan virus. Untuk itu, diperlukan fasilitas pelindung untuk meminimalisir risiko. 

Ini Pentingnya Kedokteran Nuklir dalam Diagnosis dan Pengobatan Kanker di Indonesia

"Kalau kita bicara fasilitas pelindung yang ada sekarang ini bukan tanpa masalah. Jadi, Alat Pelindung Diri (APD) yang ada sekarang, itu tidak nyaman untuk tenaga kesehatan. Perlu waktu sangat lama untuk memakainya. Dan melepasnya perlu prosedur yang sangat panjang, dan tenaga kesehatan harus mengenakan APD ini sampai berjam-jam dengan menahan berbagai kebutuhan yang manusiawi. Demi untuk memproteksi dirinya dari risiko transmisi infeksi dengan menggunakan APD yang sekarang," lanjut dia. 

Dari situ, Maya menyebut, diperlukan adanya inovasi untuk menghasilkan APD yang lebih mudah dan nyaman untuk digunakan dalam waktu lama. Selain itu, APD yang ada sekarang umumnya hanya sekali pakai yang dapat menimbulkan konsekuensi lain. 

"Konsekuensinya jumlah atau kuantitas yang dibutuhkan sangat banyak. Belum lagi sekarang yang sudah mulai dibicarakan adalah APD sekali pakai itu menimbulkan limbah yang harus dikelola. Limbahnya banyak ditemukan di mana-mana, padahal mengandung unsur biologis yang berbahaya," kata dia. 

Risiko lain yang membuat tenaga medis mudah tertular virus corona adalah pada saat pengambilan spesimen swab. Di mana jarak antara pasien dengan dokter sangatlah dekat. Begitupun saat pemeriksaan menggunakan diagnostik. 

"Untuk itu diperlukan APD yang mudah dan nyaman. Juga yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, artinya tidak sekali pakai," tutur Maya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya