Virus Corona Menular Lewat Udara, Anak Bisa Jadi Korban
- ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengakui bahwa penularan virus corona jenis baru atau COVID-19 bisa terjadi melalui udara dengan kondisi tertentu. Isu yang semakin menguat ini membuat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan bahaya yang bisa timbul pada anak.
Menurut Ketua Umum IDAI, Dr. dr. Aman Pulungan, Sp.A(K), isu penularan COVID-19 di udara kian meresahkan. Jika hal itu memang terbukti, Aman menegaskan bahwa anak bisa menjadi korban penularan tersebut.
"Data terakhir, sudah cukup kuat isu penularan (COVID-19 secara) airborne terutama pada sirkulasi buruk dan bisa bertahan dalam mikrodroplet menjadi aerosol selama 8 jam. Kalau anak tidak pakai masker dan ada di ruangan itu, bisa potensi masalah," kata Aman dalam Virtual Konferensi Pers Hari Anak Nasional, Kamis 23 Juli 2020.
Baca juga:Â 4 Produk Rumah Tangga Ampuh Bunuh Virus Corona
Meski begitu, Aman belum memiliki rekomendasi tepat untuk pencegahan pada anak jika penularan di udara terjadi. Hal tersebut lantaran WHO belum memberi panduan khusus pada pemakaian masker untuk anak di Indonesia.
"Beberapa data tidak sama dari seluruh dunia. Di negara lain, anak sedikit yang sakit COVID-19 tapi sama potensi penularannya," kata Aman.
Terlebih, pada anak usia di bawah 2 tahun memang sulit untuk diberikan masker dengan tepat. Maka dari itu, IDAI telah memberikan surat pada WHO agar beberapa pihak terkait di Indonesia bisa berdiskusi untuk mencapai kesepakatan pencegahan COVID-19 tepat pada anak.
"Kalau di bawah 2 tahun memang belum bisa kasih rekomendasi soal pakai masker. Kami sedang menunggu karena di negara lain kasus anak COVID-19 sedikit jadi tidak ada rekomendasi pakai masker (jumlah kasusnya berbeda dengan di Indonesia)," jelas Aman.
Ada pun ratusan peneliti telah menemukan beragam bukti bahwa penularan COVID-19 bisa melalui udara. WHO juga telah mengakuinya, di mana penularan rentan pada kondisi lingkungan yang padat dan minim ventilasi. Untuk itu, peneliti mendesak WHO agar mengubah pedoman protokol kesehatan COVID-19.